Harga Komoditas Pangan Melambung, Jokowi Diminta Evaluasi Menteri

Ilustrasi seorang pekerja menurunkan bawang putih dari truk.
Sumber :
  • VIVAnews/Dwi Royanto

VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai perlu untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Kabinet Indonesia Maju. Sebab, sejumlah harga komoditas melambung bahkan stoknya menipis sehingga menggangu kelangsungan produksi.

Sebut saja garam, bawang putih dan gula. Salah satu menteri yang tengah disorot publik adalah Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto. 

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, sejauh ini belum ada gebrakan yang positif di sektor perdagangan. Padahal, Indonesia saat ini tengah dihadapkan gejolak ekonomi global yang tentu akan berpengaruh pada kinerja ekspor.

"Belum ada langkah signifikan yang dilakukan dalam 100 hari pertama. Presiden Jokowi harus mengevaluasi. Kalau banyak menteri yang seperti itu maka harus dievaluasi," kata dia dikutip dari keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat 21 Februari 2020. 

Menurut Faisal, dalam 100 hari pertama seharusnya Menteri Perdagangan sudah memiliki roadmap perdagangan untuk lima tahun ke depan dan merinci target-target yang ingin dicapai.

"Ini belum kelihatan, karena targetnya masih sama (dengan menteri sebelumnya) yaitu mempercepat kerja sama perdagangan, Menterinya harusnya sudah paham masalah-masalah di perdagangan. Orang yang terpilih menjadi menteri harusnya paham bidangnya,” kata dia.

Dia melanjutkan, jika latar belakang menterinya berbeda, harusnya cepat belajar dari bawahan-bawahannya. “Sehingga bisa melakukan langkah yang cepat yang bisa dilakukan dalam 100 hari pertama," lanjut dia.

Sementara, itu terkait dengan masalah kekhawatiran pengusaha akan menipisnya stok garam untuk kebutuhan industri, Faisal menyatakan pemerintah khususnya Menteri Perdagangan harus segera memutuskan pemberian izin impor. Hal ini juga harus disertai dengan adanya data yang akurat agar impor garam yang dilakukan tidak merugikan petani garam lokal.

"Ini bergantung pada akurasi data dan kecepatan eksekusi, pengambilan keputusan. Kalau datanya tidak tepat maka pengambilan keputusan akan terlambat. Soal eksekusi izin, kalau permintaan besar maka harus dipantau terus. Kalau kita memang harus impor karena produksi dalam negeri kurang ya mungkin memang itu yang harus dilakukan," ujarnya.