Karantina di Kapal Diamond Princess: Lebih Aman di Afrika saat Ebola
- bbc
Seorang dokter di Jepang mengatakan dia sangat khawatir mengenai standar karantina di dalam kapal pesiar Diamond Princess, tempat virus corona baru menginfeksi setidaknya 620 orang penumpang dan awaknya.
Ratusan penumpang yang hasil tesnya menunjukkan negatif serta tidak memperlihatkan gejala apapun selama masa karantina meninggalkan kapal pesiar Diamond Princess pada Rabu (19/02).
Profesor Kentaro Iwata, spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Universitas Kobe, mengunjungi kapal yang bersandar di pelabuhan Yokohama, Jepang.
Dalam wawancara dengan BBC dia mengatakan prosedur karantina dan tes yang dilakukan pemerintah Jepang tidak dapat menjamin bahwa semua penumpang bebas dari virus.
"Saya kaget melihat percampuran zona kotor, yang kami sebut zona merah, dan zona hijau, yang merupakan zona bersih," katanya kepada wartawan BBC, Rupert Wingfield Hayes, melalui panggilan video.
"Harus dibedakan antara [tempat] virus itu tidak ada dan tempat dia berpotensi ada. Ini adalah hal pertama yang kami lakukan dalam tindakan pengendalian infeksi di mana saja di dunia.
"Saya terkejut dan saya masih takut terpapar penyakit ini dalam beberapa hari ke depan," katanya.
Hal-hal lain yang dilaporkan Iwata:
- Orang-orang makan bersama dan berbagi ruang tempat tinggal.
- Tidak memakai baju pelindung, termasuk para staf medis.
- Tidak ada petugas profesional spesialis pengendali infeksi di dalam kapal.
`Lebih aman selama menangani Ebola`
Profesor Kentaro Iwata berbincang dengan BBC via Skype karena dia khawatir bahwa dirinya terpapar virus corona baru. - BBC
Profesor Iwata mengatakan dia prihatin dengan kemungkinan penyebaran penyakit virus corona dalam beberapa hari ke depan.
Dia menambahkan bahwa dia merasa lebih terlindungi saat bekerja di Afrika selama epidemi Ebola.
"Saya merasa jauh lebih aman ketika saya berada di Afrika, karena tahu di mana virus itu tidak ada dan tahu di mana pasien berada. Ada perbedaan yang jelas antara zona merah dan zona hijau.
"Kami harus ekstra berhati-hati untuk bertarung melawan Ebola, tetapi kami tetap tahu apa yang kami lawan dan di mana kami brlindung. Tetapi di dalam kapal Diamond Princess, kami tidak tahu di mana virus itu berada."
Lebih dari 620 penumpang dan awak kapal Diamond Princess telah dikonfirmasi terinfeksi virus corona alias Covid-19 - jumlah terbesar di luar wilayah China.
Kapal pesiar tersebut membawa total 3.700 orang.
Jepang dikritik
Pihak berwenang Jepang bersikeras bahwa respons mereka terhadap wabah virus corona di dalam kapal tersebut sudah sesuai prosedur.
Sementara, pemerintah AS telah memulangkan lebih dari 300 warganya yang berada di dalam kapal. Mereka harus menunggu 14 hari di lokasi karantina sampai tidak tanda-tanda terinfeksi sebelum diizinkan kembali ke masyarakat.
Australia juga siap menyelamatkan warganya dan berencana melakukan hal sama. Korea Selatan, Kanada, Israel dan Hong Kong juga merencanakan evakuasi warganya.
Indonesia, yang empat warganya menjadi kru kapal dan terpapar virus corona baru, tidak menutup kemungkinan untuk mengevakuasi para WNI dari dalam kapal tersebut. Tercatat ada 74 WNI di kapal itu.
"Opsi evakuasi sejak awal dibuka dan kita terus-menerus akan melakukan koordinasi baik dengan otoritas di Jepang maupun dengan perusahan kapal tersebut. Ini ada unsur perusahaan yang juga harus kita lakukan koordinasi dan komunikasi dengan mereka," jelas Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Lebih dari 600 penumpang dan kru kapal Diamond Princess dipastikan terinfeksi virus corona baru. - EPA
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengatakan upaya Jepang untuk memperlambat penyebaran virus "kemungkinan tidak cukup untuk mencegah penularan antar individu di dalam kapal".
Hanya penumpang yang hasil tesnya negatif dan tidak menunjukkan gejala terpapar virus corona yang diizinkan meninggalkan kapal.
Tetapi Profesor Iwata mengatakan dia prihatin karena penumpang "tidak tahu" apakah mereka sudah terpapar infeksi beberapa hari sebelumnya.
"Jika Anda terinfeksi virus kemarin, maka Anda harus diisolasi selama 14 hari lagi - termasuk saya," katanya.
Dia juga mengatakan Jepang "salah paham" dalam menggunakan tes genetik untuk menentukan apakah penumpang terinfeksi virus atau tidak.
"Tes genetik tidak sempurna, terutama ketika Anda tidak menunjukkan gejala, tidak memiliki gejala sama sekali. Kemudian virus berkembang sedikit demi sedikit. Hasil tes negatif itu belum tentu benar," katanya.
"Belakangan ketika di rumah, infeksi dan gejala virus muncul. Menguji orang yang tidak memiliki gejala teinfeksi adalah ide yang sepenuhnya salah. Ini secara ilmiah salah dan secara logika salah."