Menteri Perdagangan Agus Suparmanto Dilaporkan ke Bareskrim
- Agus Rahmat
VIVA – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan kasus penipuan dan penggelapan. Laporan itu dibuat oleh seorang pengusaha bernama Yulius Isyudianto.
Ketika dikonfirmasi, pihak Polri membenarkan perihal laporan tersebut. Saat ini, penyidik Polri sedang mempelajari laporan tersebut dan akan memeriksa pelapor maupun barang bukti.
"Masih dalam proses klarifikasi baik terhadap pelapor, saksi dan barang bukti yang diajukan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Polisi Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 3 Februari 2020.
Sementara itu, kuasa hukum pelapor, Husdi Herman mengatakan, laporan tersebut dimasukkan pada 8 Januari lalu dengan nomor laporan LP/B/0016/2020/Bareskrim. Dalam laporan ini, terlapor tak hanya Agus tetapi dua orang lainnya ikut dilaporkan yaitu Juandy Tanumiharja dan Miming Leonardo.
"Ya benar, pelapor Yulius melaporkan Agus dan dua orang lainnya ke Bareskrim Polri," kata Husdi ketika dikonfirmasi VIVAnews.
Husdi menjelaskan, kliennya pernah menjadi rekan bisnis Agus dalam usaha penambangan dan pengangkutan bijih nikel di Maluku Utara (Malut) pada 2000.
Pada 2000, terjadi kesepakatan berupa nota kesepahaman (MoU) perihal proyek penambangan, pengangkutan, dan pemuatan bijih nikel di Pulau Pakai dan Tanjung Buli milik PT Antam Tbk antara Agus Suparmanto (direktur utama PT Mitrasysta Nusantara, pihak pertama), Miming Leonardo (direktur utama PT Surya Labuhan Sari, pihak kedua), Yulius Isyudianto (komisaris dan direktur PT Yudistira Bumi Bhakti, pihak ketiga), dan Sardjono (direktur utama PT Trecon Multisarana, pihak keempat).
MoU tersebut menyepakati penunjukan PT Yudistira Bumi Bhakti sebagai badan usaha untuk mengikuti tender proyek yang diselenggarakan Antam.
Pada 6 September 2000, PT Yudistira Bumi Bhakti dinyatakan menang tender tersebut, dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara PT Yudistira Bumi Bhakti (yang diwakili oleh Juandy Tanumihardja sebagai direktur dan Miming Leonardo sebagai komisaris) dengan Yulius Isyudianto dkk pada 13 Maret 2001.
Nota tersebut, salah satunya berisi kesepakatan pembagian keuntungan bersih setelah pajak dari proyek untuk PT Yudistira Bumi Bhakti sebesar 30 persen. Kemudian perusahaan mulai melakukan penambangan bijih nikel dan pengangkutan ke kapal ekspor pada 12 Agustus 2000 (mulai menjalankan bisnis).
Lalu, 13 tahun kemudian atau tepatnya awal Agustus 2013, Rafli Ananta Murad selaku pihak Yulius cs menagih hasil keuntungan proyek tambang nikel kepada Juandy. Namun, Juandy menyatakan bahwa perusahaan terus merugi sehingga tidak ada keuntungan yang bisa dibagikan.
Namun, disebutnya Rafli mengelak dan memperlihatkan laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan bahwa keuntungan kumulatif perusahaan per 31 Desember 2012 mencapai US$280,9 juta, sehingga keuntungan yang harusnya diterima oleh Yulius dkk ialah US$84,293 juta.
Merasa ditipu, Yulius cs melaporkan Agus Suparmanto, Juandy Tanumihardja, dan Miming Leonardo atas pasal penipuan dan atau penggelapan. Tak lama setelah laporan tersebut dibuat, Agus Suparmanto menghubungi Yulius untuk berdamai dan berjanji akan memberikan Rp500 miliar dengan syarat Yulius harus menandatangani perjanjian perdamaian.
Namun, setelah dirinya melakukan hal tersebut, uang yang dijanjikan Agus dkk tak kunjung diterima dengan dalih telah terjadi perjanjian perdamaian antara kedua pihak.
"Bahwa Yulius Isyudianto dkk merasa telah ditipu dan diiming-imingi oleh Agus Suparmanto, Juandy Tanumihardja dan Miming Leonardo uang sebesar Rp500 miliar apabila perjanjian damai diterima oleh Yulis. Namun faktanya, sampai saat ini Yulis tidak menerima satu sen pun dan Rp500 miliar tersebut," ujar Husdi.
Pihak Yulis memberi waktu 7 x 24 jam (1 pekan) bagi Agus, Juandy, dan Miming untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Husdi menegaskan bahwa yang menjadi permasalahan inti ialah janji Rp500 miliar yang belum kunjung dibayarkan Agus Suparmanto.
"Jadi kita sudah tidak bicara laba yang enggak dibayar, laba sebesar US$84,2 juta itu, karena sudah SP3 (Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan) tapi yang Rp500 miliar," ucapnya.
Herman mengklaim, pelaporan ini tak berkaitan dengan status Agus sebagai menteri Perdagangan. Ia pun berharap kasus ini ditindaklanjuti aparat penegakan hukum.
"Ini laporan berkaitan dengan pribadi beliau. Bukan sebagai menteri," kata Husdi.
Dalam laporan ini, Agus dan dua terlapor lainnya dilaporkan Pasal 378 KUHP dan 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.