Perbudakan Remaja di Ladang Ganja Amat Mengerikan

- BBC
Sumber :
  • bbc

Penemuan 39 warga Vietnam dalam keadaan sudah tak bernyawa dalam sebuah kontainer di tempat parkir di Essex, Oktober lalu, mengejutkan masyarakat Inggris. Berita tersebut menyoroti dunia gelap penyelundupan dan perdagangan manusia, khususnya rute antara Vietnam dan Inggris, seperti dilaporkan Cat McShane.

Ba berbadan agak kecil untuk remaja usia 18 tahun. Tubuhnya seakan menyusut ketika mengingat pengalamannya. Kami duduk di sebuah dapur yang terang. Seekor anjing Jack Russel mondar-mandir di bawah meja kami.

Ibu asuh Ba sibuk di belakang, membuat makan siang dan sekali-kali menyela untuk mengklarifikasi atau menambah perincian pada cerita Ba tentang perjalanannya ke Inggris dari Vietnam. Perempuan itu ingin memastikan cerita anak asuhnya dipahami dengan baik.

Ba telah tinggal di Inggris hampir setahun. Ia ditempatkan dengan orangtua asuhnya setelah ditemukan sedang keluyuran, tampak linglung dan takut, di sekitar stasiun kereta api di Inggris Timur, hanya membawa baju yang melekat di badan.

"Tapi kamu merasa aman kan sekarang?" ibu asuhnya bertanya, membutuhkan afirmasi bahwa luka mental dan fisik yang dialami Ba akan sembuh dengan perawatan cukup.

Cerita Ba adalah cerita yang luar biasa, tapi biasa bagi sejumlah laki-laki dan perempuan Vietnam yang dikenali sebagai calon korban perdagangan manusia di Inggris - dan jumlah mereka terus bertambah.

Selama beberapa tahun terakhir, Vietnam menjadi tiga besar kewarganegaraan dalam kasus perbudakan modern yang dirujuk ke Badan Kriminal Nasional, .


- BBC

Bala Keselamatan alias The Salvation Army, yang membantu orang dewasa korban perbudakan modern di Inggris, mengatakan jumlah warga negara Vietnam yang dirujuk kepada mereka dalam lima tahun terakhir bertambah lebih dari dua kali lipat. Diperkirakan ada 18.000 orang yang menempuh perjalanan dari Vietnam ke Eropa setiap tahun.

Ba percaya ia diperdagangkan ke Inggris oleh geng China. Ia diculik dari jalanan Kota Ho Chi Minh saat usia belia. Sebagai yatim-piatu, Ba hidup di jalanan, tidur di dalam pipa limbah. Ia menjual tiket lotere untuk uang makan, tapi orang-orang yang lebih tua terkadang memukulinya dan merampas hasil jerih payahnya.

Laporan Unicef pada tahun 2017 menyebut Kota Ho Chi Minh "lokasi sumber, tempat transit, dan tujuan perdagangan anak".

Dan laporan pada tahun 2018 yang diterbitkan beberapa badan amal anti-perdagangan manusia mengatakan banyak anak Vietnam korban perdagangan manusia mengaku diculik saat tinggal di jalanan.

Itulah yang terjadi pada Ba. "Seorang laki-laki berkata jika saya ikut ia, ia bisa membantu saya mendapatkan banyak uang. Tapi ketika saya bilang tidak, ia tutup kepala saya dengan kantong. Saya tidak percaya apa yang terjadi," tuturnya.

Ia kemudian dimasukkan ke dalam sebuah mobil van kecil, diikat dan matanya ditutup, mulutnya disumpal.

Di tengah jalan, orang-orang yang menawan Ba berubah, dan sekarang ia tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan. Ketika akhirnya mereka berhenti dan kantong di kepalanya dilepas, Ba mendapati dirinya berada di sebuah gudang besar, kosong, dan tak berjendela di China, dan disuruh untuk menunggu.

"Saya tahu mereka sedang bersiap-siap mengirim saya ke suatu tempat untuk bekerja," ujarnya.


- BBC

Selama berbulan-bulan Ba ditahan di sana, seorang penjaga secara rutin memukulinya. "Saya tidak tahu mengapa," kata Ba sambil mengangkat bahunya, "tidak ada alasan". Ketika ia ketahuan berusaha melarikan diri, hukumannya lebih keras dari tendangan dan pukulan" si penjaga menuangkan air mendidih ke dada dan lengannya.

"Sakitnya tak tertahankan. Saya berteriak-teriak kepadanya agar berhenti tapi ia tidak dengar," ujarnya. Tak kuat menahan nyeri, Ba hilang kesadaran. "Selama berhari-hari saya hanya berbaring. Saya tidak bisa berjalan. Saya kesakitan untuk waktu yang sangat lama."

Sang ibu asuh menambahkan bahwa luka di kulit Ba berbekas di badannya, menjadi pengingat abadi akan apa yang terjadi kepadanya.

Ba kemudian dipindahkan ke Inggris dengan beberapa kali menumpang truk. Ia mengingat keheningan di kontainer terakhir, tempat kargo manusia disembunyikan di antara kotak-kotak. Keheningan itu hanya dipecahkan oleh gemerisik kardus yang dirobek, untuk digunakan sebagai pelindung dari dingin yang menggigit. Baju lengan panjangnya tidak memberi cukup perlindungan.

"Saya selalu takut selama perjalanan, dan sangat lelah. Saya tidak bisa tidur karena saya sangat khawatir. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi kepada saya. Saya tidak diberi tahu apa-apa tentang tujuan saya."

Sebenarnya, Ba ditakdirkan untuk bekerja sebagai "tukang kebun" dalam perdagangan ganja ilegal di Inggris” bernilai sekitar 2,6 miliar poundsterling (Rp46,2 triliun) per tahun.

Di dalam sebuah rumah kosong dua tingkat di tengah hutan, ia dikurung dan disuruh mengurus tanaman yang tumbuh di setiap jengkal permukaan yang tersedia. Tugasnya sebagai penjaga agak membosankan, hanya menyalakan dan mematikan lampu di atas tanaman pada waktu yang ditentukan dan menyiraminya setiap beberapa jam.

Tapi pekerjaan Ba juga diselingi oleh kekerasan. Ketika satu tanaman mati, Ba tidak diberi makan dan ditendangi oleh majikannya, seorang warga China, yang menyasar bekas luka bakar di dadanya.

Ba tidak pernah menerima bayaran sepeser pun untuk pekerjaannya, dan ia tidak diberi tahu kalau ia bekerja untuk membayar ongkos perjalanannya ke Inggris. Ia adalah budak.

"Bagaimana saya bisa bertahan? Saya mengatakan kepada diri saya untuk terus makan, terus bekerja, dan menunggu kesempatan untuk melarikan diri," ujarnya.

Ia akhirnya melarikan diri dengan memecahkan kaca jendela di lantai dua, dan melompat ke tanah. Ia kemudian berlari secepat-cepatnya.


- BBC

"Saya takut, gundah, dan panik. Jika saya tertangkap, saya akan dipukuli lebih parah," kata Ba. Tapi ia harus mengambil risiko itu, karena kehidupan di perkebunan ganja "tidak tertahankan".

Tanpa tahu arah tujuan, ia mengikuti jalur rel kereta. Ia hanya membawa bekal sebungkus biskuit. "Saya bahkan tidak tahu saya di Inggris."

Rel kereta itu akhirnya menuntunnya ke stasiun kereta api” dan pertemuan yang melegakan dengan Polisi Transportasi Inggris. "Sudah sejak lama sejak orang baik pada saya," kata Ba.

Ba kini telah menetap di Inggris. Ia baru-baru ini memenangkan penghargaan di kampus karena nilai-nilainya bagus, dan merayakan Natal pertamanya. Ini pertama kalinya ia membuka hadiah.

Penerjemah yang bertemu Ba ketika ia dibawa ke polisi mengatakan perubahan anak laki-laki itu luar biasa. Perempuan itu mengingat betapa kurus dan takutnya ia. "Seperti kelinci yang disorot lampu mobil," imbuh ayah asuhnya.

Ba tidak tahu apakah ia akan diizinkan untuk tinggal seterusnya di Inggris. Pertemuan terakhirnya di kantor Kementerian Dalam Negeri untuk membicarakan permohonan suakanya tidak berjalan dengan baik. Petugas di sana berusaha membujuknya untuk kembali ke Vietnam, mengatakan jika ia kembali, ia akan dibantu oleh pihak berwenang. Ba merasa itu mustahil.

Ia yakin jika ia dikirim kembali, ia bakal diperdagangkan lagi. Senada, Mimi Vu, pengamat perdagangan manusia di Vietnam, mengatakan para korban perdagangan manusia yang telah kembali sangat berisiko diperdagangkan lagi, terutama jika pihak yang memperdagangkan mereka mengklaim mereka berutang uang.

Ba menyukai keheningan di desa kecil tempat ia sekarang tinggal, dipenuhi dengan pondok-pondok batu tua dan bungalow yang luas. Keramaian membuatnya gelisah; ia takut bertemu lagi dengan laki-laki yang menawannya di perkebunan ganja dan menendang dadanya yang terluka.


- BBC

Chinh juga takut, tapi bukan pada orang-orang yang menyelundupkannya ke Inggris. Ia takut pada otoritas Vietnam.

Rasa takut ini berakar dari pengalaman pahit. Remaja laki-laki berusia 17 tahun itu terpaksa meninggalkan Vietnam pada awal 2019 untuk melarikan diri dari hukuman penjara 10 tahun karena mendistribusikan tulisan anti-pemerintah dari pintu ke pintu. "Saya tidak berpikir akan keluar dalam keadaan hidup," ujarnya.

Ada hukuman berat bagi orang-orang yang mengkritik pemerintahan komunis Vietnam. Dalam laporan yang terbit pekan lalu, lembaga pemantau HAM Human Rights Watch mengatakan bahwa sedikitnya 30 aktivis dan pembangkang dijatuhi hukuman penjara pada 2019 "hanya karena menjalankan hak mendasar mereka untuk kebebasan berekspresi, berasosiasi, dan beragama".

Itu bahkan termasuk menulis kiriman yang dianggap anti-pemerintah di Facebook; Amnesty International mengatakan sedikitnya 16 orang ditangkap, ditahan, atau dihukum sepanjang 2019 atas pelanggaran ini.

"[Tahun] 2019 adalah tahun yang brutal untuk kebebasan dasar di Vietnam," kata direktur Human Rights Watch Asia, Brad Adams. "Pemerintah Vietnam mengklaim bahwa warganya menikmati kebebasan berekspresi, namun `kebebasan` ini hilang ketika digunakan untuk menyerukan demokrasi atau mengkritik Partai Komunis yang berkuasa."

Chinh ditangkap karena keluarganya merupakan anggota komunitas Budhis Hoa Hao di Vietnam. Agama tersebut diakui oleh pemerintah tapi ada banyak kelompok yang tidak mengikuti cabang yang diizinkan negara, ini dipantau dan ditekan dengan paksa oleh otoritas.

Hal serupa dialami kelompok agama lain yang tidak disetujui. Human Rights Watch mengatakan para pengikut kelompok ini ditahan, diinterogasi, disiksa, dipaksa melepas keyakinan mereka dan ditahan "demi kepentingan nasional".

Chinh tinggal di Hai Duong, sebuah kota di Vietnam utara. Mimpinya, bersama jutaan remaja laki-laki dan perempuan lain, adalah menjadi pemain sepak bola, dan ia mengidolakan bintang sepak bola Portugal, Cristiano Ronaldo. Tapi ia juga senang bekerja di kios perlengkapan rumah tangga milik ibunya, saat sedang tidak sekolah. Ia sangat dekat dengan ibunya, dan kakeknya yang tinggal bersama mereka.


- BBC

Pada 2018, Chinh mengikuti demonstrasi bersama kakeknya. Ia ingat merasa gugup pada pagi hari itu, dan 100 orang yang mengibarkan bendera di udara sambil berteriak-teriak, menuntut kebebasan beragama dan pelepasan tawanan politik.

Setelah hari itu, hidup Chinh dilanda kesusahan. "Saya selalu sulit berbicara tentang hari itu," ujarnya. Kakek Chinh ditangkap dan dijebloskan ke penjara, tempat ia meninggal dunia tak lama kemudian. "Ketika kami mengunjunginya, ia kelihatan sangat lemah," kata Chinh.

Menurut Amnesty International, para aktivis yang dipenjara berada dalam bahaya disiksa dan perlakuan buruk lainnya. Penjara Vietnam dilaporkan tidak bersih, dengan para narapidana tidak diberi akses ke perawatan medis, air bersih, dan udara segar.

Perlakuan yang diterima kakeknya mendorong Chinh untuk terus berunjuk rasa tapi pada awal 2019, ia juga ditangkap, karena mendistribusikan pamflet. Ia ditahan di sebuah sel yang kecil nan sempit selama 10 jam dan ditanyai sendirian. Imannya membantunya melalui semua itu, ujarnya.

"Tentu saja, saya takut. Polisi mendatangi sel dan menanyai saya tentang keluarga saya dan kenapa saya bisa punya tulisan-tulisan anti-pemerintah. Mereka berteriak kepada saya kalau saya tidak menjawab. Saya sangat takut mereka memukul saya."

Di pengadilan, ia tidak dibolehkan untuk membela diri, dinyatakan bersalah, dan diberi tahu bahwa hukumannya akan dimulai setelah ia berusia 18 tahun. Ibunya kemudian mengumpulkan uang demi membayar seorang agen untuk menyelundupkannya ke Inggris.

"Kata-kata terakhir ibu saya adalah, `Pergilah, Nak, cari orang yang bisa menolong kamu, dan jangan kembali.`"

Di bandara, perempuan itu menyerahkannya kepada dua agen, yang menahan paspornya. "Kami menumpang banyak penerbangan dan tinggal di rumah orang hingga tiba di Prancis," kata Chinh. Ia tidak tahu sama sekali negara-negara apa yang ia lalui, kecuali Malaysia dan Yunani.


- BBC

Di Prancis, pada suatu malam, ia dimasukkan ke dalam kontainer truk. Hanya ada satu orang lain di dalam, tapi mereka tidak bicara sampai tiba di Inggris, takut petugas perbatasan menyadari keberadaan mereka.

"Sangat dingin dan sangat sulit bernapas, karena tempatnya sangat kecil dan sempit," kata Chinh. "Saya berbaring di atas kotak-kotak yang ditumpuk tinggi di dalam truk, sampai ke atap, jadi hanya ada cukup ruang untuk berbaring. Kondisinya sangat gelap. Saya hanya tidur. Saya tidak punya apa-apa — tidak ada makanan, tidak ada air."

Ketika truk akhirnya berhenti, Chinh dibawa ke keluarga Vietnam, yang memberinya makan dan tempat tidur untuk bermalam. "Saya bisa membawa kamu ke tempat aman," kata sang induk semang.

Pagi harinya, Chinh ditinggalkan di luar bangunan Kementerian Dalam Negeri setempat dengan selembar kertas yang bertuliskan nama dan tanggal lahirnya.


- BBC

Ia mengingat betapa ia merasa aneh karena ia tidak bisa bahasa Inggris. Tapi ia merasa aman, ujarnya, "karena saya berada di Inggris". Kementerian Dalam Negeri baru-baru ini memberinya status pengungsi, yang memberinya hak untuk tinggal di Inggris selama lima tahun. Kemudian akan diputuskan apakah ia akan diizinkan untuk tinggal seterusnya.

Chinh beruntung. Ibunya bisa membayar ongkos perjalanannya di depan.

Ketika jasad 39 warga Vietnam ditemukan di Essex tahun lalu, sejumlah laporan menyebutkan bahwa mereka adalah migran ekonomi dari wilayah-wilayah termiskin di Vietnam, yang meminjam uang hingga £30,000 (sekitar Rp533 juta) untuk ongkos ke Inggris.

Rumah keluarga dijadikan jaminan dan mereka harus membayar ongkos mereka setelah sampai, dengan bekerja sebagai pegawai ilegal di ladang ganja, salon manikur, dan restoran.

Kita mungkin tak akan pernah tahu apa yang dijanjikan pada 39 orang yang ditemukan di Essex, tapi kemungkinan sebagian dari mereka akan berakhir di kondisi mirip perbudakan.

Jakub Sobik dari Anti Slavery International mengatak warga Vietnam yang telah mengambil pinjaman untuk membayar perjalanan mereka lebih rentan dieksploitasi.

"Mereka mengawali perjalanan mereka dengan percaya bahwa mereka telah membayar untuk diselundupkan dalam mencari kehidupan yang lebih baik, tapi berakhir jadi korban perdagangan manusia."

"Banyaknya hal yang harus mereka sembunyikan dari pihak berwenang membuatnya mudah bagi para pedagang manusia. Anda ilegal dan keberadaan Anda di sini adalah tindakan kriminal. Mereka tidak bisa mengambil risiko dideportasi ke Vietnam dengan banyaknya utang mereka."

Sementara laki-laki biasanya langsung disalurkan ke perkebunan-perkebunan ganja, perempuan-perempuan Vietnam dalam bahaya eksploitasi seksual. Saya pernah membaca kesaksian seorang anak laki-laki berusia 15 tahun yang mengatakan ketika ia bekerja di perkebunan ganja, ia bisa mendengar teriakan perempuan di bawah. Ia percaya perempuan-perempuan itu tengah dianiaya secara seksual.

Seorang ibu tunggal, Amy, diperkosa beberapa kali selama perjalanannya ke Inggris, dan diperkosa lagi setelah tiba, setelah seorang pekerja kesehatan mengenalinya sebagai kemungkinan korban perdagangan manusia.

Ia begitu bersemangat untuk meninggalkan perkebunan keluarga bersama adik perempuannya pada 2013, ujarnya kepada badan amal yang akhirnya menampungnya di Inggris.

Dua orang laki-laki telah meyakinkan keluarganya untuk mengirim anak-anak perempuan itu ke luar negeri untuk mencari nafkah. Tidak ada biaya di depan, jadi mereka harus bekerja untuk membayar ongkos. Amy meninggalkan anak laki-lakinya yang masih muda bersama pamannya.

Ia pertama kali diperdagangkan ke sebuah pabrik baju di Rusia, tempat ia bekerja selama 10 hingga 12 jam per hari tanpa dibayar. Ia tidur di sebuah kamar kecil dengan sekitar 10 orang lain, tempat ia diperkosa berkali-kali oleh pekerja laki-laki.

Setelah dua tahun, ia dan delapan orang lainnya dibawa ke Inggris melalui jalur darat, dan diberi tahu jika mereka bekerja keras mereka akan dibayar. Tapi bukannya dibayar, setelah bangun sendirian di dalam truk yang membawa mereka menyeberang Selat Inggris (para pedagang manusia meninggalkannya untuk alasan yang tidak jelas), perempuan itu kembali terhisap ke dalam eksploitasi baru. Ia dipaksa menjadi PSK di rumah satu pasangan Vietnam, yang juga memiliki perkebunan ganja.

Hanya setelah hamil, dan diciduk polisi dalam penggerebekan di rumah itu, seorang bidan menyadari ada yang salah dan merujuk Amy ke Badan Kriminal Nasional sebagai korban perbudakan modern. Kemudian Bala Keselamatan menemukannya di tempat perlindungan.

Sekarang, ia menjadi ibu lagi, berfokus untuk melakukan yang terbaik untuk bayinya.

Chinh kini tinggal bersama keluarga asuh. Ia bekerja keras untuk belajar bahasa Inggris - bahkan bahasa slang Inggris utara - dan tetap menjadi penganut agama Buddha yang taat. Hari ulang tahunnya yang ke-18, hari ketika ia seharusnya dipenjara di negara asalnya, semakin dekat.

Ba masih mengalami mimpi buruk dan kilas balik pada pengalamannya di tangan para pedagang manusia. Ia menanti dengan gelisah pada keputusan apakah ia akan diberi suaka. Tapi ia baru-baru ini memulai konseling, dan hari demi hari, dengan perawatan penuh kasih dari ibu dan ayah asuhnya, ia mulai merasa aman.

Nama Ba, Chinh, dan Amy adalah nama samaran.

Ilustrasi oleh Emma Russell.