Isu Ekonomi 2020 yang Patut Dicermati

Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Kita telah melalui tahun 2019, yang dipenuhi berbagai faktor ketidakpastian global. Memasuki tahun 2020, apa kira-kira yang menjadi tema utama bagi ekonomi global tahun ini?

Menurut, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Katarina Setiawan, seperti dikutip dari keterangannya, Selasa 21 Januari 2020, tahun lalu ekonomi global dibayangi oleh perlambatan ekonomi, di mana aktivitas manufaktur dan perdagangan mengalami pelemahan.

Untuk 2020, dalam pandangan MAMI, pertumbuhan ekonomi global akan mengalami stabilisasi yang didukung oleh meredanya tensi dagang antara Amerika Serikat dengan China, dan kebijakan moneter dan fiskal yang akan tetap akomodatif.

Nah, sebenarnya apa saja yang akan dicermati pelaku pasar dan investor untuk tahun ini? MAMI berkesempatan mengungkapkan tema utama ekonomi global di 2020, berikut ini:

1. Stabilisasi ekonomi. Sudah mulai terlihat perbaikan data ekonomi di akhir 2019, di mana leading indicator ekonomi dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager Index/PMI) manufaktur global menunjukkan sinyal bottoming di akhir tahun lalu. Data ini mengindikasikan potensi perbaikan sektor manufaktur dan perdagangan global. IMF memperkirakan, aktivitas perdagangan global berpotensi membaik di 2020, dengan pertumbuhan 3,2 persen, naik dari 1,1 persen di 2019. Selain itu, membaiknya tensi dagang Amerika Serikat-China, juga menyebabkan perbaikan sentimen bisnis global di akhir 2019. Ini merupakan hal yang positif, karena dapat mendukung aktivitas investasi dari sektor swasta.

2. Suku bunga global tetap akomodatif. Dalam pandangan MAMI, bank sentral global akan tetap menjaga suku bunga pada level akomodatif. Pada rapat di Desember, The Fed memberi sinyal kalau suku bunga tidak akan naik, kecuali ada perubahan signifikan pada kondisi ekonomi. Selain itu, inflasi juga diperkirakan tetap rendah, karena faktor struktural - seperti high global savings rate, globalisasi, ketimpangan pendapatan & populasi yang semakin menua – sehingga mengurangi tekanan kenaikan suku bunga.

Secara keseluruhan, faktor-faktor tersebut berpotensi menghasilkan iklim yang lebih kondusif bagi pasar global di 2020.

Tahun lalu, kinerja pasar Developed Markets mengungguli pasar Asia. Bagaimana dengan tahun ini, apakah Developed Markets akan kembali unggul?

Keduanya masih memiliki potensi yang cukup baik, terutama di tengah ekspektasi stabilisasi ekonomi dan perbaikan aktivitas perdagangan global. Namun, setelah Developed Markets mencatat kinerja yang tinggi di 2019 (indeks S&P 500 Amerika Serikat naik 29 persen di 2019), pemilihan sektor dan saham harus lebih cermat. Sementara itu, pasar saham kawasan Asia, menawarkan valuasi yang lebih atraktif, dan potensi pertumbuhan earnings yang lebih tinggi di kisaran 10-12 persen (vs. 8-10 persen di Developed Markets). Selain itu, ekspektasi perbaikan aktivitas perdagangan juga dapat menguntungkan kinerja perusahaan di Asia, yang merupakan “pabrik dunia”.

Di awal tahun pasar dikejutkan oleh meningkatnya tensi geopolitik antara Amerika Serikat dengan Iran. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal ini?

MAMI akan terus memonitor perkembangan konflik Amerika Serikat dengan Iran. Saat ini, masih terlalu dini untuk memperkirakan dampak dari konflik ini terhadap ekonomi, karena kita belum tahu apakah konflik ini akan tereskalasi atau akan mereda dalam waktu dekat. Apabila konflik ini tereskalasi, risiko utama terhadap ekonomi adalah kenaikan harga minyak. Iran berada di selat Hormuz, yang merupakan perairan penting dalam logistik industri minyak, di mana sekitar 21 persen dari konsumsi minyak dunia disuplai melalui Selat Hormuz. Minyak merupakan salah satu komponen beban utama bagi perusahaan di beberapa sektor, sehingga kenaikan harga minyak dapat mempengaruhi profitabilitas. Selain itu, kenaikan harga minyak juga dapat berimbas pada inflasi yang merupakan salah satu faktor utama bagi bank sentral global dalam memutuskan tingkat suku bunga.

Beralih ke ekonomi domestik, di 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stagnan. Bagaimana outlook ekonomi Indonesia di 2020 ini?

Banyak faktor yang menghambat ekonomi Indonesia di 2019, seperti melemahnya aktivitas perdagangan global, dan dari sisi domestik kita juga dibayangi periode pemilu yang berdampak pada tertahannya aktivitas investasi. Kinerja pemerintah juga terdampak, karena jarak antara pemilu dan pelantikan Presiden yang panjang.

Untuk 2020, dalam pandangan MAMI, iklim ekonomi Indonesia akan berangsur membaik. Kondisi global yang lebih kondusif dapat mendorong minat investasi ke pasar negara berkembang yang juga akan menguntungkan Indonesia. Selain itu, ekonomi Indonesia di 2020, juga akan mendapat efek positif dari penurunan suku bunga Bank Indonesia di 2019. Dampak penurunan suku bunga ke ekonomi biasanya tidak instan dan terjadi secara gradual.

Yang menjadi fokus utama di 2020, adalah reformasi kebijakan pemerintah untuk menarik investasi asing. Kecepatan eksekusi kebijakan reformis seperti revisi UU tenaga kerja, pemotongan pajak pendapatan korporasi, penyederhanaan regulasi/birokrasi diharapkan menjadi katalis ekonomi dan pasar finansial 2020 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing.

Bank Indonesia menurunkan suku bunga empat kali di 2019. Apakah tren ini masih akan berlanjut di 2020?

Dilihat dari beberapa indikator, Bank Indonesia masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga. Tingkat suku bunga riil Indonesia saat ini, merupakan salah satu yang tertinggi di antara negara kawasan, sehingga membuka ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut. Namun, sepertinya BI menargetkan untuk menjaga tingkat suku bunga riil Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan untuk menjaga daya tarik aset Indonesia. Karena itu, pergerakan suku bunga ke depannya akan bergantung pada tren suku bunga global dan regional. Yang jelas, arah kebijakan BI diperkirakan akan tetap akomodatif di 2020. Jadi, walaupun tingkat suku bunga tidak turun banyak, BI masih bisa melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit.

Kinerja pasar saham stagnan di 2019, dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) tumbuh 1,7 persen. Sementara itu, pasar obligasi tumbuh di atas 10 persen. Bagaimana pandangan Anda terhadap pasar saham dan obligasi Indonesia di 2020?

MAMI memandang positif potensi di pasar saham dan obligasi tahun ini. Tahun 2019, merupakan periode yang suportif bagi pasar obligasi didukung oleh tren penurunan suku bunga dan tingkat inflasi yang rendah. Menurut MAMI, iklim yang suportif ini masih akan berlanjut di 2020. Suku bunga BI diperkirakan tetap akomodatif, inflasi terkendali, dan nilai tukar Rupiah terjaga. Selain itu, kondisi pasar obligasi dunia juga suportif bagi pasar obligasi Indonesia. Saat ini, sekitar US$12 triliun obligasi pemerintah global menawarkan imbal hasil negatif, yang berpotensi mendorong investasi ke pasar obligasi yang memiliki imbal hasil tinggi seperti di Indonesia

Tidak hanya di pasar obligasi, kami juga memiliki pandangan yang konstruktif untuk pasar saham Indonesia. Setelah kinerja tahun 2018 dan 2019, yang mengecewakan, pasar saham mulai menunjukkan outlook yang lebih positif. Perubahan terutama terjadi dari sisi pasar global dengan tensi dagang Amerika Serikat – China, yang mereda dan juga ekspektasi membaiknya aktivitas perdagangan global.

Iklim pasar yang lebih positif ini dapat memberi dampak positif bagi kinerja pasar saham Indonesia. Selain itu dari sisi domestik, pasar juga memperkirakan pertumbuhan earnings emiten yang lebih baik tahun ini di kisaran 10-12 persen, lebih baik dari 3-5 persen di 2019. Iklim politik domestik juga sudah lebih kondusif setelah periode Pemilu dan pembentukan kabinet selesai. Rencana reformasi kebijakan perpajakan dan ketenagakerjaan pemerintah untuk menarik investasi asing, dapat menjadi faktor katalis yang mengangkat daya tarik pasar saham Indonesia.

Apa saran Anda bagi investor memasuki tahun 2020?

Tahun baru dapat menjadi momen yang ideal bagi investor untuk kembali mengevaluasi tujuan investasi dan kinerja portofolionya. Tanpa mengabaikan kondisi dan outlook pasar, penting bagi kita untuk fokus pada tujuan investasi yang sudah ditetapkan dan memastikan alokasi portofolio kita tetap sesuai dengan tujuan investasi kita. Berbagai studi menunjukkan bahwa aset alokasi memiliki peran yang besar untuk menghasilkan return portofolio jangka panjang yang optimal, bahkan jika dibandingkan dengan peran dari market timing. Karena itu, pastikan kita menentukan tujuan investasi, melakukan alokasi aset, diversifikasi, dan rebalancing karena seluruh faktor tersebut menjadi komponen yang saling terkait untuk kesuksesan sebuah portofolio investasi.