Sempat Putus Sekolah, Simak Kisah Keluarga Terkaya Ini
- wartaekonomi
Beberapa tahun setelah mencoba membangun bisnis mainan di China, pengusaha pemula Nick Mowbray berhasil memperoleh penawaran menarik dari Walmart.
Raksasa ritel Amerika Serikat (AS) itu ingin mengunjungi pusat pameran Zuru di Hong Kong. Nick dengan cepat setuju. Ia pun menyiapkan pameran mainannya guna memberi impresi bagus pada Walmart.
"Hari berikutnya saya naik kereta ke Hong Kong," kata wanita 34 tahun itu, dikutip dari Business Insider, Selasa (7/1/2020).
Baca Juga: Bisnis Ini Kebanjiran Pesanan Saat Bencana Banjir Melanda, Order Bisa Naik hingga 75%!
Zuru, perusahaan mainan asal Selandia Baru, didirikan pada 2003 oleh Nick, Mat, serta saudara perempuan Nick bernama Anna. Awalnya hanya perusahaan kecil, namun kini sudah mempekerjakan 5 ribu orang dan memiliki perkiraan penjualan tahunan senilai US$460 juta.
Laporan dari BI menyebut, "keberhasilan tersebut membuat keluarga itu jadi salah satu yang terkaya di Selandia Baru."
Siapa sangka, ternyata perusahaan itu dimulai sejak masa sekolah tiga bersaudara itu. Dulu, ketiganya menciptakan alat-alat berkaitan dengan balon udara panas, dijual dari pintu ke pintu.
Ditekuni dengan serius, ketiganya bahkan mendapat fasilitas pabrik kecil di dekat peternakan sapi perah milik orang tua mereka. "Sebagai bentuk pembayaran (sewa pabrik), kami harus memerah susu sapi dan menyemprot beberapa gulma," sebut Nick.
Pada saat itu, Nick juga sedang menempuh studi hukum di universitas. Mat keluar dari kampus untuk fokus pada usaha mereka. Ketiganya bersemangat sampai suatu hari mereka mencoba peruntungan di China.
Jadi pada usia 18, Nick juga keluar dari universitas, kemudian pergi ke Hong Kong dengan Mat yang berusia 22 tahun. Meski memiliki sejumlah koneksi melalui internet, mereka tidak dapat berbicara Mandarin dan kekurangan pengetahuan bisnis.
"Kami sangat naif, kami tidak tahu apa yang kami lakukan," kata Nick.
Dengan pinjaman US$20.000 dari orang tua mereka, mereka membeli mesin cetak injeksi, dan mendirikan pabrik kecil di Guangzhou, China.
Beberapa tahun berikutnya, terjadi serangkaian hal tak menyenangkan dalam perjalanan usaha mereka. Contohnya, melanggar kekayaan intelektual karena menyalin produk dari internet.
"Kami telah melanggar semua IP [kekayaan intelektual] ini. Kami tidak tahu apa IP atau paten (saat itu)," jelasnya.
Karena itulah, produk yang sudah dirakit harus ditarik, membuat mereka mesti menciptakan barang baru dengan ide orisinil. Nick tak tinggal diam, ia menghubungi peritel di seluruh dunia demi mendapatkan klien.
Akhirnya, penawaran Walmart membantu mereka. Meski akhirnya bisa menghasilkan uang, Nick mengaku kalau produk Zuru tak begitu bagus. "Pemesanan ulang tak banyak, tapi cukup untuk mempertahankan arus kas," imbuhnya.