Kisah Turis Malaysia Salat di Masjid Uighur

Perjalanan turis Malaysia ke Xinjiang dan mencari masjid untuk salat. - Facebook Khir Ariffin
Sumber :
  • bbc

Sejumlah turis Malaysia ditahan setelah salat di masjid di Provinsi Xinjiang, China, pengalaman yang menurut mereka menakutkan dan sekaligus menyedihkan.

Kepala rombongan Khir Ariffin - dalam tulisan berseri di akun Facebooknya - mengatakan lega namun kecewa karena hak beribadah dihalangi di Provinsi China dengan penduduk mayoritas Muslim Uighur itu.

Lebih dari satu juta Muslim Uighur disebut PBB ditahan di kamp-kamp rahasia namun China menyebutnya sebagai kamp pendidikan kembali.

"Kami lega dibebaskan, namun kami juga kecewa karena hak kami ditolak sebagai Muslim untuk salat di masjid," tulis Khir melalui akun Facebooknya dalam sejumlah tulisan berseri yang dimulai pada awal Desember dan masih berlanjut.

Khir dan sejumlah orang dari Malaysia, termasuk satu orang wartawan, melewati wilayah China dalam perjalanan menuju Mekkah, dengan jarak 16.000 kilometer dan melalui 10 negara.

Di China saja, perjalanan melintasi negara ini, melalui Yunnan yang berbatasan dengan Asia Tenggara, melewati Xinjiang yang berbatasan dengan Asia Tengah, memerlukan 17 hari, tulis Khir.

Masjid yang mereka masuki di Xinjiang adalah "satu-satunya yang kami boleh masuk dan salat dengan aman," tulisnya.

"Inilah masjid yang tidak akan kami lupakan...saat kami memasuki masjid tiba-tiba cuaca mendung. Angin ribut berpusar menerbangkan debu di sekeliling masjid."

"Ada satu perasaan yang sangat lain. Kami merasai perasaan yang sama ketika salat. Satu perasaan sayu (terharu) yang menyebabkan kami semua meneteskan air mata ketika salat bagaikan titisan air hujan dari celah bumbung yang usang," tulis Khir mengisahkan pengalaman salat di masjid Uighur itu.

Khir bersama rombongannya beberapa kali mencoba untuk mencari masjid untuk salat di Xinjiang namun gagal.

Mereka akhirnya bisa masuk ke masjid itu "tanpa halangan" karena tak ada polisi di desa yang terletak di kampung di pelosok Gurun Gobi, tulisnya lagi.

Namun kegembiraan tak lama karena selesai salat mereka ditunggu oleh aparat bersenjata yang menanti di luar masjid.

 

Xinjiang seperti "penjara terbuka"

 

"Kelihatan seorang imam berusia (lanjut) lengkap berjubah sedang dimarahi oleh seorang pegawai yang sangat bengis," cerita Khir dan menambahkan bahwa imam tersebut berupaya menjelaskan bahwa mereka hanya salat di masjid tersebut.

Pemandu wisata mereka selama 17 hari - Andy - kata Khir berusaha meyakinkan petugas bahwa mereka hanya beribadah.

Tetapi mereka akhirnya dibawa ke lokasi yang tidak diketahui. Mereka mengaku dibawa oleh aparat bersenjata serta polisi, dan mereka terkejut melihat tempat yang "dikelilingi pagar di tengah desa terpencil dengan pejabat militer dan polisi menanti kedatangan mereka."

Mereka ditahan di ruangan yang dikunci "dan menyerupai penjara" sementara pemandu wisata mereka, Andy, berbicara dengan para pejabat China.

Mereka dibebaskan setelah beberapa jam.

Khir Ariffin mengatakan mereka akhirnya menyadari bahwa mereka diikuti sepanjang perjalanan mereka di China oleh para petugas yang menyamar sebagai "pembersih, warga biasa, dan pemilik tokoh."

"Kami terus diikuti dan diawasi," tulisnya.

Karena China membatasi akses ke Xinjiang, media kesulitan memperoleh informasi maupun konfirmasi independen dari provinsi tersebut.

Para pejabat negara itu belakangan mengatakan pemerintah tidak menghalang-halangi siapa pun yang ingin mengetahui kondisi di sana.

Wartawan senior BBC China, Jinxi Cao mengatakan masalah Xinjiang sangat sensitif dengan Beijing menghadapi tekanan internasional terkait isu Muslim Uighur.

"Merupakan hal yang biasa turis atau pendatang diikuti dalam perjalanan mereka di Xinjiang khususnya turis dari negara-negara dengan penduduk Muslim dan juga turis Barat," jelas Jinxi.

"Ibaratnya seperti penjara terbuka, pendatang diikuti secara fisik. Ada yang di depan, ada yang di belakang dan alat eletronik disadap."

"Isu Uighur sangat sensitif sekarang ini, dengan adanya kamp untuk yang disebut pemerintah China re-edukasi, namun di sisi lain mereka ingin memberikan kesan seolah semuanya baik-baik saja," tambah Jinxi.

Ia menduga para turis Malaysia dibebaskan karena pemerintah China tidak mau insiden ini menjadi besar terlebih lagi ada seorang wartawan dalam rombongan turis Malaysia ini.

Agustus lalu, panel HAM PBB mengatakan mereka menerima banyak laporan yang dapat dipercaya bahwa satu juta etnik Uighur China ditahan di "kamp rahasia".

Negara-negara Barat mengecam langkah China dalam memperlakukan Muslim Uighur, sementara sejumlah bintang olah raga juga turut mengecam termasuk pemain Arsenal Mesut Ozil.

Khir Ariffin mengatakan "Allah mengizinkan kami melihat seperti apa pengalaman orang Uighur sehingga dapat kami bagikan."

Pemandu wisata yang awalnya curiga menjadi "pahlawan"

Dalam perjalanan melintas China, termasuk berkunjung ke masjid di Yunnan, Khir mengatakan melihat perubahan sikap dari pemandu wisata Andy yang semula tampak dingin dan curiga kepada mereka.

Andy tak banyak berbicara dan tampak dingin, katanya. Namun selama perjalanan mereka membiarkan pemandu wisata itu melihat apa yang mereka lakukan termasuk ketika masuk masjid dan salat.

"Selesai kami salat Andy kelihatan sangat tenang dan terharu. Dia kata selama ini dia sangat benci kepada orang Islam. Ketika dia saksikan kami salat dia kata dia rasa sangat tenang. Dia juga meminta maaf sebab bersikap dingin dan salah anggap terhadap kami," cerita Khir.

Kami juga bercerita tentang Islam kepada Andy, tambahnya, cerita yang membuat Andy lebih percaya.

"Setelah itu Andy bagaikan pahlawan kami. Kami saksikan bahwa Andy mempertahankan kami ketika kami ditangkap. Jika bukan karena Andy berunding dengan baik dan meyakinkan tentara dan polisi, mungkin kami masih ditahan," kata Khir lagi.

Khir juga mengatakan semua anggota tim "tidak panik" dan "tetap tenang" saat ditangkap.

"Saya memberi isyarat tutup mulut kepada tim, biar Andy yang menjadi juru bicara dan mengendalikan situasi. Kami menghindari saling berbincang...berupaya tenang, tersenyum agar tidak terjadi provokasi."

"Lama kami berada di dalam ruang tertutup seperti penjara sambil menanti Andy negosiasi dengan pihak berwenang."

"Sesekali kedengaran Andy meninggikan suara seolah berjuang mempertahankan kami. Sesekali diam yang panjang dengan reaksi menahan geram dan kemarahan bila tentera berbicara dengan nada tinggi dan kasar," tambahnya lagi.

Setelah berjam-jam menunggu, seorang pejabat yang memperkenalkan diri sebagai polisi memasuki ruangan tertutup dan meminta maaf kepada rombongan warga Malaysia ini.

Sang pemandu, Andy, berkali-kali minta maaf dan menyesal atas apa yang terjadi, kata Khir.

"Mereka tak selayaknya memperlakukan itu terhadap Anda semua," kata Khir menirukan Andy.

Secara keseluruhan, kata Khir, selama perjalanan ini, warga China menyambut baik mereka tanpa menanyakan asal negara atau agama mereka.