Rhenald Kasali Buka-bukaan Modus Jiwasraya Kelabui Publik
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA – Guru Besar Universitas Indonesia, Rhenald Kasali buka-bukaan soal cara Jiwasraya mengelabui publik. Dia menjelaskan, kasus Jiwasraya mulai merebak sejak Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Rini Soemarno mendapat laporan dari direktur yang baru ditunjuk pertengahan tahun 2018, Asmawi Syam.
Dalam laporan itu disebutkan, terdapat cadangan kerugian dalam jumlah besar yang belum dihapusbukukan. Laporan internal itu, tambah dia, dibiarkan lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kantor Akuntan Publik (KAP).
"Selama datanya disimpan erat perusahaan, publik pun tidak tahu," kata Rhenald dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa 31 Desember 2019.
Penghapusbukuan, lanjut dia, memerlukan persetujuan pemegang saham, karena ada unsur kerugian negara. Rumitnya, kerugian itu terjadi melalui pembelian saham di publik yang baru diketahui saat saham akan dijual kembali untuk membayar kewajiban.
"Karena tak dilaporkan, maka banyak yang dikelabui termasuk akuntan publiknya," ujar dia.
Lalu, dia menjelaskan, Menteri BUMN, Rini Soemarno menugaskan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit ulang pada Desember 2018. Hasilnya ditemukan fraud pada sisi investasi.
Sejak itulah, beredar nama-nama pelaku dan laporan keuangannya dikoreksi yang berakibat pada nilai kerugian 2019, membengkak menjadi Rp13,6 triliun.
Muncul nama-nama besar mulai dari mantan direktur, 'tukang goreng' saham, dan oknum pejabat yang masuk daftar cekal negara.
“Jangan alihkan perhatian,dan jangan bantu mereka buang badan. Kejahatan adalah kejahatan, pelakunya harus dicari. Uang masyarakat harus diselamatkan," kata dia.
Jiwasraya, lanjut dia, diaudit oleh kantor akutansi lima besar (top 5) seperti PricewaterhouseCoopers (PWC) dan dinyatakan untung Rp1,6 triliun pada 2016. Lalu pada 2017, direksi mengklaim untung Rp2,7 triliun. Namun, direksi baru mencium 'bau amis' dan meminta KAP mengecek kembali, sehingga laba bersihya dikoreksi menjadi Rp360 miliar.
Kemudian, setelah ditangani BPKP dan Kejaksaan Agung, angka kerugiannya tahun ini pun membengkak menjadi Rp13,6 triliun. Untuk itu, Rhendald menegaskan, penghargaan yang diungkit-ungkit terkait adanya tanda tangan dirinya, itu terjadi karena penilaian pada tahun sebelum 2018.
"Penghargaan yang diungkit dan diberikan tahun 2018, mengacu pada data 2016-2017,” tambahnya.
Dia menambahkan, fraud yang terjadi secara rumit pada sisi investasi harus diteropong mendalam. Itu pun bisa diketahui, setelah dampak kerugiannya tampak, dan semakin berlarut.
"Nilai kerugiannya makin besar, karena beban bunga berbunga. Semakin hari semakin dibuat kusut untuk membuat pelakunya lari, dampaknya pun bisa menjadi sistemik,“ tuturnya.