Industri Elektronik Dipacu Rebut Pasar Ekspor AS
- Kemenperin
VIVA – Industri elektronik di dalam negeri didorong agar bisa mengambil peluang ekspor ke pasar Amerika Serikat, di tengah perang dagang yang masih berlanjut dengan China. Kementerian Perindustrian berharap, langkah strategis ini diharapkan mampu memperbaiki defisit neraca perdagangan sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Apalagi, berdasarkan roadmap Making Indonesia 4.0, industri elektronik merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan agar lebih berdaya saing global, terutama dalam kesiapan memasuki era industri 4.0,” kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Janu Suryanto dikutip dari keterangan tertulis Kemenperin di Jakarta, Rabu 18 Desember 2019.
Janu mengungkapkan, sejumlah pelaku industri elektronik nasional telah mengekspor produknya ke Amerika Serikat. Nilainya hingga kuartal III-2019, diproyeksi menembus US$1 miliar. Capaian tersebut, meningkat sekitar 10 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
“Yang baru adalah ekspor CCTV, pabriknya ada di Tangerang. Selain itu, produk air purifier juga sudah diekspor, dan tahun depan akan ada ekspor vacuum cleaner," ujarnya.
Janu mengemukakan, ekspor ke pasar Paman Sam tersebut, masih cukup prospektif khususnya untuk produk berteknologi tinggi. Selain itu, didorong untuk memperluas ke pasar-pasar nontradisional.
Dia pun optimistis, hingga akhir 2019, industri elektronik dapat terus mengerek nilai ekspornya. Sebab, sejumlah perusahaan industri elektronika di Batam, seperti PT Satnusa Persada dan PT Pegatron Technology Indonesia, baru-baru ini mendapatkan kontrak baru untuk memasok produknya ke Amerika Serikat.
“Peluangnya masih terbuka karena berkurangnya pasokan produk elektronika dari China ke Amerika Serikat. Bahkan, LG Electronics Indonesia, juga berencana untuk memasok AC portable ke Amerika Serikat dalam jumlah yang besar," paparnya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari-Agustus 2019, nilai ekspor mesin atau peralatan listrik mencapai US$5,55 miliar. Sementara itu, nilai impor mesin atau peralatan listrik US$12,60 miliar atau menurun sekitar 10,97 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Janu menambahkan, pihaknya juga fokus memacu pelaku industri kecil dan menengah sektor elektronik agar mampu mendukung peningkatan produktivitas bagi perusahaan skala besar. “Contohnya, IKM kita dapat memasok charger untuk produk vacuum cleaner yang diproduksi industri besar,” tuturnya.
Untuk itu, Kemenperin bakal terus mengajak pelaku IKM agar bisa lebih jauh terlibat dalam rantai pasok sektor elektronik tersebut. “Kami akan bantu melalui kegiatan bimbingan teknis, sertifikasi dan fasilitas lain sesuaikan aturan perundangan yang berlaku,” ujarnya.
Janu menegaskan, pemerintah juga fokus mendorong industri elektronik di dalam negeri agar tidak hanya terkonsentrasi pada perakitan, tetapi juga terlibat dalam lingkaran rantai pasok bernilai tambah tinggi. Langkah strategis ini diwujudkan antara lain melalui peningkatan investasi.
Sepanjang 2018, nilai investasi industri elektronik menyentuh angka Rp12,86 triliun, naik dibanding 2017 sebesar Rp7,81 triliun. “Tahun ini, ada beberapa yang akan investasi, misalnya LG mau tambah US$100 juta lebih,” ungkapnya.