AS-RI Komitmen Tingkatkan Nilai Perdagangan Hingga US$60 Triliun
- VIVAnews/Arrijal Rachman
VIVA – Indonesia dan Amerika Serikat berkomitmen meningkatkan nilai perdagangannya hingga dua kali lipat sampai akhir periode kedua masa pemerintahan Joko Widodo, yakni pada 2024. Angkanya mencapai US$60 miliar atau setara Rp840 triliun dengan kurs Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Rizal Affandi Lukman mengatakan, saat ini nilai perdagangan kedua negara memang sebesar US$30 miliar atau setara Rp420 triliun. Sementara itu hingga 2024 dipastikan mencapai US$60 miliar dengan cara bertahap.
"Iya, Indonesia sama Amerika Serikat mempunyai rencana meningkatkan nilai perdagangan kita dari US$30 miliar saat ini menjadi US$50 miliar, dan menuju US$60 miliar dalam lima tahun ke depan," kata dia di acara Indonesia Economic Forum, Jakarta, Rabu, 20 November 2019.
Dia menegaskan, komitmen itu tercipta setelah Indonesia melaksanakan misi dagang ke AS pada tahun lalu, dalam rangka mencegah negara AS tidak mencabut fasilitas generalized system of preferences atau GSP yang selama ini diberikan kepada Indonesia.
Namun, setelah adanya kunjungan balasan Pemerintahan AS ke Indonesia yang diwakili oleh Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Wilbur Ross, pada pekan awal November 2019 lalu, komitmen tersebut tercipta dengan tambahan adanya kepastian fasilitas GSP yang akan tetap diberikan terhadap Indonesia.
"Jadi jangan liat hanya GSP-nya yang nilainya katakanlah US$2 jutaan. Tetapi peluang lainnya yang banyak kesempatan yang bisa kita lakukan dengan AS, kesempatan untuk menyuplai produk-produk Indonesia yang lainnya," kata dia.
Dia mengatakan, komoditas utama yang nantinya mendorong peningkatan nilai kerja sama itu di antaranya produk tekstil dan furnitur. Nantinya produk-produk itu akan diberi akses khusus untuk masuk ke masing-masing negara.
"Segera dibuka, diberikan akses, ada dukungan spesial. Tentu kita kan masih juga mengimpor katun bahan baku dari AS dan itu dipakai untuk industri kita, garmen, nah garmen kita re-ekspor lagi ke AS. Jadi kita win-win, kita mengimpor lebih banyak, kita dengan AS sudah surplus," kata dia.