Kisah Hidup yang Hampa Bintang Rugby Sebelum Masuk Islam
Masih jam 6 pagi di sebuah hotel di London ketika Sonny Bill Williams selesai salat Subuh dan duduk di atas sejadahnya.
"Ketika saya mengangkat kedua telapak tangan saya setelahnya, saya meminta: `Ya Allah, tuntunlah saya. Kuatkan saya. Bantulah saya menjadi manusia yang lebih baik. Bantulah saya menjadi laki-laki yang lebih baik`," tuturnya.
"`Saya tahu saya memiliki kelemahan, tapi kuatkanlah saya. Ampunilah dosa-dosa saya. Ya Allah, berkatilah orang-orang terdekat saya dan mereka yang ada di sekeliling saya. Jagalah mereka, terutama anak-anak. Rendahkanlah hati kami dan buat kami selalu bersyukur`."
Ini adalah tahun ke-10 semenjak Williams masuk Islam - ketika ia bermain untuk tim Toulon di Prancis - setelah satu masa dalam hidupnya di mana ia pernah "liar dan berdiri di sisi spektrum yang lain" dari posisinya saat ini.
Pendatang baru Super League yang menjadi pemain baru tim Toronto Wolfpack itu tampak puas dengan hidupnya, di mana ia akhirnya kembali bermain di liga rugby setelah sebelumnya bermain rugby selama lima tahun.
Williams berprestasi di empat cabang olahraga: dua Piala Dunia rugby bersama Selandia Baru; bermain rugby sevens di Olimpiade 2016; memenangkan sejumlah trofi National Rugby League (NRL) di cabang liga rugby ; dan menjadi jawara pertandingan tinju kelas berat Selandia Baru.
Selama setengah jam, pria berusia 34 tahun itu meladeni berbagai pertanyaan dalam sesi konferensi pers perkenalan di Emirates Stadium milik Arsenal, menyapa para jurnalis dalam bahasa Inggris, Arab dan Samoa, berbicara tentang "kerendahan hati" sebelum menjadi seorang pemain dengan bayaran tertinggi sepanjang sejarah kedua cabang olahraga - rugby dan liga rugby, dan "memperoleh rasa hormat" dari rekan setimnya.
Williams adalah sosok tinggi besar - tinggi 193 sentimeter, berat 110 kilogram - yang mendominasi dalam ruangan. Akan tetapi, sosoknya itu berbanding terbalik dengan karakternya yang sederhana dan bertutur lembut.
"Dengar, saya dulu main perempuan. Saya minum alkohol, boros dan mengira saya adalah seseorang yang bukan diri saya. Saya menjalani kehidupan itu dan, menurut pengalaman tersebut, apa yang saya dapatkan? Lubang dan kehampaan dalam hati saya."
Williams, yang pertama kali bertemu dengan rekan setim barunya pada hari Rabu lalu di Manchester, menambahkan: "Butuh beberapa tahun untuk berproses, tetapi saya menemukan Allah, saya menemukan Islam dan itu memungkinkan saya mengubah semua sifat liar dalam diri ini menjadi hal positif."
Williams mengatakan bahwa tak ada perasaan lain selain "cinta yang tulus" dari rekan sesama atlet yang juga Muslim. Pemain sayap Fiorentina Franck Ribery adalah seseorang yang "hubungannya terus dijaga lewat media sosial", sementara ia juga "cukup dekat" dengan mantan atlet kriket dan kapten Afrika Selatan, Hashim Amla.
"Dalam masyarakat saat ini, bukan rahasia lagi bahwa banyak dari kita, Muslim, telah dipaksa untuk hampir merasa malu sebagai seorang Muslim.
"Bagi saya, saya bangga menjadi Muslim - kejujuran yang terkandung di dalamnya, apa yang diperjuangkannya dan apa yang dapat diberikannya. Ketika saya melihat atlet (Muslim) lain di luar sana merasa bangga, wow itu adalah hal yang sangat indah."
Pada bulan Maret, serangan pria bersenjata di sebuah masjid di Christchurch menewaskan 51 orang, termasuk seorang warga negara Indonesia, dan Williams pun membagikan sebuah pesan di akun media sosialnya di mana ia mengungkapkan "kesedihan yang mendalam" dan berharap para korban "pergi ke surga".
Seminggu setelah kejadian penembakan, Williams mengunjungi kota itu dan bertemu dengan masyarakat setempat sebagai bentuk solidaritas.
"Sebagai salah satu Muslim paling dikenal di Selandia Baru dan (atlet yang) bermain untuk timnas, the All Blacks, pada saat itu, saya tahu bahwa itu adalah tugas saya," ujarnya.
"Saya orang yang sangat pemalu, tetapi saya harus maju, dan saya tahu bahwa saya harus siap bersikap rapuh dalam momen itu. Saya maju dan mewakili, bukan saja komunitas Muslim yang tengah terluka, tetapi juga rakyat Selandia Baru.
"Saya pikir jika saya bisa melangkah ke dalam momen itu, momen yang sulit untuk dijalani saat itu, dan hanya menyebarkan nilai-nilai positif - tetapi juga mengatakan kepada mereka bahwa ini nyata, ini menyakitkan. Langkah apa lagi yang lebih baik, yang bisa kita lakukan untuk terus melangkah?
"Sebagai warga Selandia Baru, kami telah melakukan itu dan memimpin momen itu - dan saya bangga mengatakan bahwa saya salah satu bagiannya."
Seiring mendekati tantangan terbaru dalam rentang karirnya yang luar biasa, hampir 14 ribu kilometer jauhnya dari rumah, bagaimana perasaan Williams tentang kepindahannya ke tim yang baru dan bagaimana dirinya ingin diingat?
"Saya sangat tersanjung dan bersyukur atas kesempatan ini. Ini adalah kesempatan yang sangat menarik bagi saya sebagai seorang atlet. Ya, tentu ada banyak tekanan tetapi cara apa yang lebih baik bagi seorang olahragawan untuk mencoba mencapai sesuatu di arena ini?
"`Warisan` bukan kata yang saya sukai. Saya hanya seorang pria yang sudah mencoba melakukan yang terbaik, yang nyata, mencoba tetap otentik, tetapi suka menghadapi tantangan."
Tahun lalu, Williams berangkat Umrah ke Arab Saudi, dan menggambarkan perjalanan itu sebagai "pengalaman luar biasa".
Ia mengatakan: "Mekah itu sangat istimewa, melihat Ka`bah untuk pertama kalinya lalu merasakan ketentraman dan ketenangan di Madinah.
"Anda semua mengenakan jubah sehingga tidak ada kelas masyarakat, semuanya setara, itu mungkin hal terbesarnya."