IMF Sudah Perkirakan 2019 Ekonomi Dunia Masuk Kategori Resesi
- VIVAnews/Fikri Halim
VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa International Monetary Fund atau IMF telah menetapkan bahwa ekonomi dunia telah masuk ke dalam kategori resesi pada 2019. Itu tergambar dari proyeksi terakhir pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini yang hanya tiga persen.
Pada awal 2019, IMF masih memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia masih bisa tumbuh di kisaran 3,9 persen, namun kemudian direvisi ke bawah menjadi 3,7 persen, lalu menjadi 3,5 persen dan terakhir pada Oktober 2019 lalu menjadi tiga persen.
"Menurut IMF, tiga persen masuk kategori resesi dunia, meski resesi ekonomi masing-masing negara, disebutnya kalau pertumbuhan ekonominya dua kal kontraksi," kara Sri saat rapat perdana dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 4 November 2019.
Menurut dia, hal itu masih tak terlepas dari persoalan perang perdagangan antar negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa dengan Tiongkok sejak awal 2019. Perang perdagangan itu membuat volume perdagangan dunia pada tahun ini hanya tumbuh 1,1 persen atau pertumbuhan terlemah sejak krisis ekonomi 2008-2009.
"Dengan demikian pertumbuhan volume dagang dunia hanya 1,1 persen. Ini adalah pertumbuhan perdagangan global terlemah sejak krisis 10 tahun lalu. Risiko global yang perlu kita waspadai adalah perang dagang," tegas dia.
Meksi begitu, dia memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa akan tumbuh di atas lima persen, meski tidak terlalu kuat dibanding tahun-tahunnya. Kondisi itu dipastikannya lebih baik ketimbang pertumbuhan negara-negara maju maupun emerging market lainnya.
"Amerika Serikat yang meski kuat pertumbuhan ekonominya nyatanya tak terelakan mengalami perlambatan. Jerman sempat negatif growth meski terakhir tumbuh 0,4 persen, Tiongkok yang biasanya 7 persen sekarang dekati 6 persen atau sekitar 5,5 persen," ungkap dia.
"Indonesia masih stabil di atas 5 persen, Singapura sempat negatif growth dan terakhir diperkirakan 0,1 persen. Vietnam masih cukup tinggi, Eropa, Inggris, Jepang, India bahkan merosot di kisaran 5 persen. Thailand, Filipina terpengaruh juga. Jadi itu perlu kita waspadai," ujarnya.