Abu Ibrahim al-Hashemi jadi Pemimpin Baru ISIS

Abu Bakar al-Baghdadi - US DEPARTMENT OF DEFENSE/REUTERS
Sumber :
  • bbc

Kelompok yang menyebut dirinya Negara Islam atau ISIS untuk pertama kalinya mengkonfirmasi kematian pemimpinnya, Abu Bakar al-Baghdadi, dan sekaligus menunjuk penggantinya.

Keterangan resmi ISIS, yang diumumkan melalui layanan pesan Telegram, menyebutkan Abu Ibrahim al-Hashemi al-Qurashi adalah pemimpin baru dan "khalifah" kelompok tersebut.

Sebelumnya, pasukan khusus AS melacak keberadaan al-Baghdadi di wilayah barat laut Suriah dan menyerang lokasi persembunyiannya.

Pemimpin ISIS itu kemudian berusaha kabur ke dalam terowongan dan melakukan bunuh diri dengan meledakkan rompi berisi bom.

Irak menyediakan hadiah uang $25 juta atau sekitar Rp352 milyar kepada yang dapat menangkap atau membunuh Baghdadi.

Pasukan AS dan sekutunya telah mengejarnya semenjak ISIS muncul sekitar lima tahun lalu.

Dalam keterangannya, ISIS pada Kamis juga mengkonfirmasi kematian juru bicaranya, Abu al-Hasan al-Muhajir.

Sebelumnya, dia dilaporkan tewas selama operasi militer gabungan oleh pasukan Kurdi di wilayah utara Suriah, beberapa jam setelah operasi serangan terhadap Baghdadi.

Warga negara Saudi ini dianggap sebagai calon kuat pengganti Baghdadi.

Juru bicara ISIS yang baru, Abu Hamza al-Qurashi, telah meminta umat Islam untuk bersumpah setia kepada Abu Ibrahim al-Hashemi.

Siapakah Abu Ibrahim al-Hashemi al-Qurashi?

Nama Hashemi tidak diketahui oleh pasukan keamanan, dan diyakini sebagai nama samaran selama peperangan.

ISIS tidak memberikan keterangan detil tentang pemimpin baru atau merilis fotonya, tetapi menggambarkan sosoknya sebagai "figur terkemuka dalam berjihad".

Pernyataan ISIS juga mengklaim bahwa Hashemi adalah veteran dalam berbagai medan jihad selama berperang melawan AS di masa lalu.

Dengan mengklaim dirinya berlatar "al-Qurashi", kelompok ISIS menjelaskan bahwa pemimpin barunya berasal dari suku yang sama dengan Nabi Muhammad, yaitu suku Quraish.

Suku ini, seperti secara umum diyakini dan dipegang teguh oleh kaum cendekiawan Sunni pra-modern, dianggap sebagai kualifikasi utama untuk menjadi seorang khalifah.