Bantuan Australia ke Indonesia Dipertanyakan Usai Muncul IndoAid
- abc
Langkah Pemerintah Indonesia membentuk lembaga bantuan internasional yang akan menyalurkan dana pembangunan ke negara-negara miskin telah menimbulkan pertanyaan di Australia, yang sampai sekarang masih memberi bantuan serupa ke Indonesia senilai ratusan juta dolar.
Di hari terakhir masa jabatannya (18/10/2019) sebagai Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla meresmikan Lembaga Dana Kerjasama Pembangunan atau Indonesian Agency for International Development (IndoAid) di kantor Kemenlu di Jakarta.
Pada kesempatan itu, seperti dilaporkan kantor berita Antara, Wapres JK menyebut pembentukan lembaga IndoAid penting bagi Indonesia saat ini.
"Sudah cukup kita ini kadang-kadang minta (bantuan). Sudah waktunya juga kita untuk berdiplomasi tangan di atas, untuk bersama-sama membangun masyarakat dunia," kata Wapres JK.
Diplomasi tangan di atas merujuk pada bentuk diplomasi dimana suatu negara menyodorkan bantuan, bukan meminta bantuan (tangan di bawah).
Sebelumnya kepada pers di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York Wapres JK menjelaskan rencana pembentukan IndoAid tersebut.
"Kita sekarang sudah menjadi negara dengan ekonomi menengah. Kita harus membantu yang di bawah kita," jelasnya, seraya menambahkan jika Amerika Serikat punya USAid, Australia dengan AusAid, maka Indonesia akan punya IndoAid.
Antara
"Untuk kerjasama dengan negara anggota PBB, kita bantu empat negara pasifik. Jadi sekarang Menlu sudah bisa sedikit tegak (menawarkan) "Anda butuh berapa?" Jadi tidak lagi, "Tolong kami butuh bantuan"," ujarnya.
Dalam peresmian IndoAid pekan lalu, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menjelaskan dana bantuan ini diatur dalam pos anggaran below the line, sehingga penggunaannya tidak harus habis.
Nilai anggaran yang telah dikeluarkan sebesar Rp3 triliun, terdiri dari Rp1 triliun untuk tahun 2018 dan Rp2 triliun tahun 2019.
"Ini ditaruhnya di below the line kalau istilah teknisnya. Jadi dia tidak harus habis, bahkan mungkin bisa jadi dana abadi," kata Menteri Sri Mulyani.
Sementara itu Menlu Retno Marsudi menyatakan IndoAid berperan penting memperkuat diplomasi Indonesia di dunia internasional.
"Melalui IndoAid, Indonesia dapat walk the talk untuk mendorong kemitraan global dalam pembangunan," katanya.
Sejauh ini diperkirakan ada 5 negara di kawasan Pasifik dan 2 negara ASEAN yang menerima bantuan IndoAid, yaitu Tuvalu, Nauru, Solomon Islands, Fiji, Kiribati, Myanmar, dan Filipina.
Reaksi Australia
Menanggapi hal itu, media Sydney Morning Herald mempertanyakan apakah tidak seharusnya Indonesia fokus meningkatkan taraf kehidupan rakyatnya sendiri terutama yang tinggal di wilayah miskin dan terkebelakang.
Media ini mengutip laporan Bank Dunia bahwa dengan pendapatan perkapita sebesar 5800 dolar pertahun, masih ada 72 juta orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan (4 dolar 60 sen perhari).
Bahkan, disebutkan bahwa Indonesia sendiri masih menerima bantuan dana pembangunan dari negara lain seperti Australia, Jepang, China, AS, dan Singapura.
Namun langkah ini dinilai merupakan upaya Indonesia untuk ikut dalam kontes pengaruh yang sedang terjadi di kawasan Pasifik yang melibatkan Australia, China, AS, Jepang dan Selandia Baru.
Menurut catatan ABC, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penerima dana pembangunan Australia setelah Papua Nugini.
Untuk tahun anggaran 2019/2020, Australia mengalokasikan 298,5 juta dolar (sekitar Rp3 triliun) ke Indonesia untuk bidang pendidikan, infrasturktur, pertanian dan pemerintahan.
Seorang pengamat dari lembaga pemikir Lowy Institute, Ben Bland, menilai langkah Indonesia membentuk IndoAid sebenarnya tidak mengejutkan.
Menurut dia, ada tiga alasan mengapa IndoAid dibentuk, yaitu sebagai niat tulus dari Indonesia untuk berbagi pengalaman sebagai negara berkembang yang beralih dari sistem otoriter ke demokrasi.
"Kedua, ada keinginan untuk menunjukkan bahwa Indonesia kini merupakan negara berpengaruh, pemain besar di dunia, dan sudah cukup berhasil sehingga bisa membantu negara lain," kata Bland seperti dikutip SMH.
Alasan ketiga, katanya, yaitu upaya Indonesia untuk mendapatkan dukungan negara-negara Pasifik yang sebagian di antaranya mendukung kemerdekaan Papua.
Pendapat senada disampaikan oleh pakar dari Australian National University Stephen Howes yang menilai hal itu sebagai upaya Indonesia membungkam dukungan negara-negara Pasifik bagi kemerdekaan Papua.
"Akan sulit untuk dijelaskan secara domestik (di Australia), mengapa kita masih memberikan bantuan kepada seseorang yang juga memberikan bantuan kepada orang lain," kata Prof. Howes kepada SMH.
Namun menurut dia, masih ada alasan mendasar mengapa Australia tetap perlu memberikan bantuan besar kepada Indonesia.
"Hampir seluruh warga Indonesia masih bisa disebut miskin bila dilihat dari standar Australia," ujarnya.