Tenaga Kerja RI Tak Produktif, Mendikbud: Bukan Tanggung Jawab Sekolah

Ujian Praktik Kejuruan siswa SMK
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

VIVA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Mendikbud, Muhajir Effendi menegaskan, tenaga kerja Indonesia yang dianggap pengusaha kurang produktif, disebabkan sistem pelatihan di berbagai perusahaan belum optimal, bukan disebabkan sistem pendidikan di Indonesia yang kurang baik.

"Secara teoritik, kita tidak mungkin menyediakan tenaga kerja yang siap pakai dari sekolah, karena itu ada namanya pre service training. Jadi, pelatihan sebelum memasuki dunia kerja, itu jadi tanggung jawab masing-masing perusahaan," tutur dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin 7 Oktober 2019.

Meski begitu, dia mengklaim, pemerintah tidak semata-mata berlepas tangan dari hal tersebut. Karenanya, mulai 2020, dia telah merancang kurikulum pendidikan, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki porsi lebih banyak untuk praktik lapangan atau magang di industri, yakni 60-70 persen.

"Jadi, ketika dia tamat langsung ke dunia kerja. Pendekatan kurikulumnya demand base, kurikulum yang menentukan perusahaan, maunya perusahaan seperti apa lulusannya, silakan kurikulum dia tetapkan dengan pengawasan kita, gurunya seperti apa," tuturnya.

Di samping itu, lanjut dia, skema pendidikan tersebut juga akan diperkuat dengan program pelatihan-pelatihan yang telah disediakan pemerintah sejak lama, yakni melalui Balai Latihan Kerja atau BLK yang disediakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

Saat ini, lanjut dia, pemerintah bersama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) tengah merumuskan standar kompetensi dan sertifikasi untuk para peserta pelatihan yang dididik melalui program pemagangan industri maupun BLK. Standar dan sertifikat kemahiran tersebut juga akan di setarakan dengan standar internasional.

"Misalnya pelaut, ya standar IMO (International Maritime Organization), kemudian untuk hotel ada standar Asosiasi Perhotelan Internasional. Ketika tamat, dia menjadi sama dengan pekerja asing lain yang punya sertifikat yang sama dengan dia. Kalau dulu belum ada. Lulusan SMK kelautan kita kalau bekerja di kapal asing jadi anak buah kapal terus, karena dianggap tidak mempunyai keahlian," tegas dia. (asp)