64 Perusahaan Disegel karena Karhutla, Ada dari Malaysia dan Singapura
VIVA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK mencatat, selama 2019 sudah ada 64 perusahaan yang disegel, karena diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla.
“Dari ke-64 perusahaan itu, 20 di antaranya merupakan perusahaan asing, dari Singapura dan Malaysia. Dari jumlah itu, lima di antaranya sudah diproses penyidikan,” kata Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Ditjen PHLHK, KLHK, Jasmin Ragil Utomo di kantor BNPB, Jakarta Timur, Rabu 2 Oktober 2019.
Sementara itu, Jasmin mengatakan, untuk penanganan perdata yang incracht sudah sembilan perkara dengan nilai sebesar Rp15 triliun. Sedangkan yang enam, masih proses eksekusi di peradilan.
“Yang sedang persidangan ada lima, di antaranya PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi,” tuturnya.
Kemudian, ia mengatakan, dampak dari kejadian karhutla sangat luar biasa tidak hanya dialami orang yang terdampak, tetapi juga semua orang, bahkan semua mahluk hidup. Maka, karhutla layak dipandang sebagai sebuah kejahatan serius dan luar biasa.
“Karhutla adalah kejahatan serius dan luar biasa, karena dampaknya bukan hanya orang yang mengonsumsi, tetapi semua orang dan mahluk hidup lainnya," katanya.
Dampak lain akibat karhutla, yaitu pada pada kesehatan dan berdampak langsung pada ekosistem. Rantai makanan terhenti yang berpotensi mengakibatkan yang lain pun punah.
Lebih jauh, Jasmin mengingatkan, karhutla juga berdampak langsung pada ekonomi. Baik itu penerbangan maupun dunia usaha.
“Berdampak pula pada ruang wilayah. Dampak terus-menerus yang diakibatkan ini 99 persen disebabkan oleh perbuatan manusia, baik oleh perorangan maupun korporasi,” tuturnya.
Terkait upaya penegakan hukum, Jasmin mengatakan, KLHK memiliki tiga instrumen untuk melakukan penegakan hukum. Yakni, instrumen hukum administratif, perdata, dan pidana.
“Administratif didahului dengan pengawasan. Di mana, si pemberi izin lingkungan wajib memberikan pengawasan. Jika ada pelanggaran harus diberikan sanksi administratif yang dilakukan oleh pejabat pengawas,” katanya.
Terkait itulah, Jasmin menekankan, pentingnya pembentukan pejabat pengawas, baik di tingkat kabupaten dan provinsi. Dengan begitu, diharapkan tidak ada lagi kendala untuk melakukan pengawasan.
Sementara itu, terkait hukum perdata, ada soal ganti kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu seperti pemulihan. Dalam hal itu juga ditetapkan tanggung jawab mutlak, karena karhutla termasuk dalam ancaman serius dan meresahkan masyarakat.
"Sehingga, kewenangan ada di KLHK, provinsi, dan kabupaten. Terkait inilah kami mendorong teman-teman di daerah, agar melakukan gugatan-gugatan perdata,” katanya. (asp)