Sri Mulyani Keluhkan Tingkat Literasi Masyarakat Indonesia Rendah
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluhkan tingkat literasi masyarakat Indonesia yang terbilang sangat rendah bila dibandingkan negara-negara lain. Padahal, informasi saat ini sangat mudah diakses dan teramat banyak dibandingkan masanya saat masih kecil.
Dia mengungkapkan, rendahnya tingkat literasi tersebut berdasarkan data UNESCO bertajuk World Most Literate Nations Ranked yang dipublikasikan pada 2016. Dalam publikasi tersebut disebutkan bahwa tingkat literasi Indonesia di urutan ke-60 dari 61 negara.
"Indonesia negara dengan tingkat literasi dikategorikan rendah dan kita tidak bangga dengan skor itu. Skornya dari UNESCO kita masih dalam rangking yang tidak buat kita bangga," kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu, 2 Oktober 2019.
Di samping itu, lanjut dia, di era perkembangan teknologi digital saat ini, akses untuk memperoleh bahan bacaan atau informasi tersebut sangat amat terbuka luas dan banyak. Tidak seperti pada zamannya, di mana akses informasi atau bahan bacaan sulit didapat.
"Ironi, sekarang informasi melimpah namun buat masyarakat shallow, dangkal. Terlalu banyak informasi Anda capek pilih-pilih, maka Anda pilih yang sudah ada dari awal sehingga Anda tidak mampu lagi compare karena sumber informasinya sesuai selera Anda, sehingga Anda enggak mampu lagi lihat pandangan orang lain," katanya.
Karena itu, dia menegaskan, demi mendorong tingkat literasi masyarakat supaya lebih baik lagi dan mampu menyaring berbagai informasi yang beredar dengan cermat, maka pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting. Pendidikan bukan cuma hanya duduk di dalam kelas, namun juga menciptakan minat baca yang sangat tinggi.
"Membaca itu oase, karena seperti cerita Bung Hatta waktu beliau dibuang di Digul, dia bawa 16 koper. Bawanya jelas bukan baju, jelas bukan alat kosmetik, tapi isinya buku. Anda bisa memenjarakan badan saya, tapi tidak dengan pikiran saya," kata dia.
Maka, untuk tahun anggaran 2020, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran untuk pendidikan mencapai 20 persen atau senilai Rp505,80 triliun. Tujuannya, supaya kualitas sumber daya manusia Indonesia ke depannya mampu lebih bermutu dan memiliki daya saing yang tinggi dengan negara lain.