Kemenperin Beberkan Contoh Daya Saing Industri RI Turun karena Gas

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Kementerian Perindustrian mengaku telah mengajukan rekomendasi kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral untuk memberikan penurunan harga gas kepada 86 perusahaan yang dinilai berhak. Rekomendasi itu, bahkan sudah diajukan sejak 2017.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, rekomendasi itu diberikan, lantaran kontribusi gas dari biaya yang harus dikeluarkan industri tersebut mencapai 35 persen.

"Surat rekomendasi pada 2017. Belum ditanggapi," kata dia usai diskusi di Menara Kadin, Jakarta, Rabu 25 September 2019.

Dia menuturkan, 86 perusahaan tersebut terdiri dari beberapa sektor yang antara lain adalah industri kaca, keramik, baja hingga karet. Diharapkan, industri tersebut bisa mendapatkan harga gas sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 atau turun ke level US$6 per juta british thermal unit (MMBTU).

Menurut Sigit, industri yang daya saingnya anjlok cukup dalam antara lain adalah industri kaca dan keramik. Industri keramik Indonesia, bahkan sudah turun tiga peringkat dibanding tahun lalu.

"Keramik kita dulu (tahun lalu) ranking keempat dunia sekarang turun jadi (peringkat) tujuh, salah satunya karena gas yang mahal," kata dia.

Dia menegaskan, Indonesia harus bisa bersaing dengan negara lain. Menurutnya, harga gas ini memang perlu menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. "Sekarang (investasi) industri kaca baru bukan ke Indonesia, tapi lari ke Malaysia, karena mendapat (harga) gas yang kompetitif," tambahnya.

Dia mengklaim koordinasi Kemenperin dengan Kementerian ESDM juga baik-baik saja. Menurut dia, Kemenperin juga tak perlu mengirimkan surat rekomendasi untuk menegaskan hal ini. "Kalau belum ditanggapi, artinya berlaku sampai saat ini. Enggak ada expired pada surat," kata dia.

Jika harga gas turun, dia menegaskan, yakin investasi di Indonesia akan cepat meningkat. Di samping, Indonesia juga terus melakukan penyederhanaan regulasi. "Khususnya Petrokimia yang selama 10 tahun lebih enggak ada investasi besar," tambahnya.