Kadin Desak Harga Gas Turun Sesuai Peraturan Presiden

Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalirkan gas bumi CNG (Compressed Natural Gas) untuk industri di PRS (Pressure Reducing Station) Tambak Aji Semarang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA/Dhana Kencana

VIVA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai harga gas bumi di Tanah Air masih relatif mahal menopang daya saing industri nasional. Apalagi, gas bumi merupakan salah satu komponen terbesar untuk proses industri.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Johnny Darmawan, mengatakan, harapan dunia usaha pernah mencuat usai terbitnya Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tanggal 3 Mei 2016 tentang penetapan harga gas bumi sebesar US$6 per MMBTU.

Namun, kenyataannya, setelah tiga tahun berlalu tak kunjung implementasi. Hingga saat ini harga jual gas industri masih tetap tinggi dan belum ada perubahan. Untuk itu, Johnny mendesak harga terealisasi sesuai perpres.

“Para pelaku usaha menanyakan kembali bagaimana sesungguhnya komitmen kebijaksanaan dan keberpihakan pemerintah dalam menetapkan harga gas yang sampai saat ini belum ada kepastian,” ungkapnya dalam Forum Diskusi Kadin bersama Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) dan Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA) di Menara Kadin, Jakarta, Rabu 25 September 2019.

Menurutnya, apabila pasokan gas dalam negeri berdaya saing maka sektor industri manufaktur akan bisa tumbuh 6-7 persen. Johnny mengatakan, gas sangat berperan dalam pengoperasian sektor industri karena biaya gas bumi memberikan kontribusi 20-30 persen ke biaya produksi.

"Sehingga penetapan harga gas bumi ikut berpengaruh pada keberlanjutan industri," katanya.

Sementara itu, surat edaran PGN No.037802.S/PP.01.01/BGP/2019 tertanggal 31 Juli 2019 justru akan melakukan penyesuaian atau menaikkan harga jual gas per 1 Oktober 2019.

Dia menegaskan, niat baik pemerintah untuk penurunan harga gas industri masih belum bisa ditunaikan secara tuntas hingga saat ini. 

Kata dia, dalam beleid tersebut, Presiden telah mengatur agar harga gas bagi tujuh sektor industri, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet ditetapkan menjadi US$6 per MMBTU. 

Namun, sampai saat ini aturan tersebut hanya diimplementasikan pada perusahaan BUMN sektor industri pupuk, baja, dan pupuk majemuk.

“Perusahaan swasta di sektor industri petrokimia pengolah migas, keramik, kaca, baja, oleokimia, pulp dan kertas serta makanan dan minuman sampai saat ini belum mendapatkan penurunan harga gas,” tutur Johnny.