Darmin Pede Uang Muka KPR Turun Bisa Dongkrak Daya Beli
- VIVA/Fikri Halim
VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai dan yakin kebijakan pelonggaran uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) oleh Bank Indonesia dilakukan untuk mendongkrak daya beli. Sektor properti maupun kendaraan menurutnya memang butuh fasilitas khusus seperti insentif uang muka tersebut.
"Intinya kan memang perlu ada kemudahan fasilitasi, supaya daya (beli) kemampuan orang naik," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat 20 September 2019.
Sebetulnya, lanjut Darmin, bukan hanya sektor perumahan yang membutuhkan insetif, namun sektor lainnya juga perlu didorong untuk meningkatkan gerak ekonomi Indonesia yang butuh dukungan lebih. Ke depan, dia yakin kebijakan ini akan berdampak kepada peningkatan penyaluran kredit.
"Tidak mesti terlihat di (peningkatan) konsumsi tapi bisa melalui mekanisme kredit. Kemudian ya, tidak harus konsumsi, tapi bisa juga arus barang secara umum, bisa investasi dan macam-macam," ujarnya.
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu melanjutkan, pemerintah juga menyiapkan kebijakan fiskal di tengah adanya pelonggaran kebijakan moneter. Salah satunya adalah Omnibus Law yang digunakan untuk mendorong investasi melalui kemudahan perizinan dan sistem perpajakan.
"Paling tidak kita sedang siapkan Omnibus Law untuk perizinan dan untuk fiskal. Lihat saja apa substansinya," katanya.
Sebelumnya Bank Indonesia telah mengumumkan pelonggaran kebijakan loan to value (LTV) di sektor properti maupun kendaraan bermotor sebesar 5 persen dari rasio yang berlaku saat ini. Artinya, uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) maupun Kredit Kendaraan Bermotor atau KKB) akan lebih kecil.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, kebijakan ini bakal mulai berlaku pada 2 Desember 2019. Namun, ketentuan ini akan menyesuaikan non performing loan atau NPL Perbankan.
"Sehingga memang masih mendasarkan kepada azas-azas prudensial," kata Perry di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, kemarin.
Misalnya, Berdasarkan data Bank Indonesia, uang muka pembelian rumah tapak tipe >70 meter yang sebelumnya 15 atau 20 persen bisa turun menjadi 15 atau bahkan 10 persen tergantung akad dan kriteria NPL.