PBB Turun Tangan Bela Veronica Koman, Indonesia Anggap Tak Berimbang

Veronica Koman (kiri)
Sumber :

VIVA – Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa menyayangkan news release (NR) yang dikeluarkan lima special rapporteur (SR-SPMH) atau Pelapor Khusus mengenai Veronica Koman (VK) tanggal 16 September 2019 di Markas Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss.

Seperti diketahui, ada lima ahli independen HAM PBB/pelapor kasus Veronica Koman menerbitkan news release (NR) yang mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut status tersangka Veronica Koman dan melindungi hak asasi masyarakat, terutama para aktivis yang mengadvokasi demonstran Papua Barat.

PTRI menilai news release yang disampaikan para pelapor tidak berimbang, tidak akurat dan hanya fokus pada satu aspek HAM. Laporan juga tidak mencerminkan secara menyeluruh terhadap upaya Indonesia menjamin hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka publik secara damai dan kesetaraan di hadapan hukum. 

"Upaya penegakan hukum yang tengah berlangsung tidak ditujukan kepada status VK yang mengaku sebagai pembela HAM/Human Right Defender," tulis PTRI dalam pernyataan tertulis yang diterima VIVAnews, Rabu, 18 September 2019.

Meskipun demikian, PTRI Jenewa menyambut baik adanya pengakuan pelapor terhadap sejumlah upaya Pemerintah Indonesia menghadapi persoalan tersebut, termasuk dalam menangani tindak rasisme dan kebijakan pembatasan internet sebagaimana juga tercantum NR tersebut.

Atas news release tersebut, PTRI Jenewa telah menjelaskan langsung berbagai perkembangan penanganan, termasuk kebijakan pencabutan pembatasan Internet yang telah dilakukan seiring dengan telah kondusifnya situasi di Papua, kepada Kantor Divisi Prosedur Khusus HAM KTHAM sebagai penghubung kerja SPMH dan Pelapor Khusus HAM PBB.

PTRI Jenewa menyatakan insiden tindak rasisme yang terjadi di Malang dan Surabaya sangat disesalkan karena telah menimbulkan keresahan kepada seluruh rakyat Indonesia. Karenanya pemerintah RI telah mengambil tindakan hukum untuk mengadili para tersangka.

"Pemerintah dan semua elemen masyarakat, baik di tingkat pusat dan lokal, terus melakukan upaya untuk membuat situasi kembali kondusif, terutama di Papua dan Papua Barat," ungkapnya.
 
Sementara terkait kebijakan pembatasan data internet, juga disampaikan bahwa ini dilakukan demi kepentingan umum dan penghormatan terhadap pelaksanaan hak dan kebebasan berpendapat warga lainnya. Khususnya untuk mencegah penyebaran pesan kebencian dan hoax yang telah memicu kekerasan di Papua.

"Demokrasi di Indonesia memungkinkan kebijakan pembatasan data internet untuk sementara dengan dimonitor semua pemangku kepentingan, termasuk LSM dan Ombudsman. Seiring dengan kondisi yang semakin kondusif di Papua, kebijakan ini dicabut sejak tanggal 4 September 2019," tulisnya.

Adapun menyangkut kasus penyebaran informasi hoax dan kebencian oleh Veronica Koman, PTRI menilai tindakan tersebut jelastidak sesuai dengan pengakuannya sebagai pembela HAM, namun lebih kepada sebagai tindakan individu yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan hoax yang menimbulkan provokasi sehinggaterjadi kerusuhan. 

Sebagai negara demokrasi yang berasaskan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi seluruh warga negaranya tanpa kecuali. Indonesia menganut prinsip kesetaraan di hadapan hukum dan asas praduga tidak bersalah. 

"Hak dan kewajiban VK di mata hukum setara dengan WNI lainnya. VK dijadikan tersangka karena telah 2 (dua) kali mangkir terhadap pemanggilan penegak hukum," terang PTRI dalam rilisnya

PTRI Jenewa akan terus bekerja sama dengan para Pemegang Mandat dan Pelapor Khusus PBB dalam menjalankan mandatnya dan akan ikut menjaga martabat kerjanya. SPMH adalah mekanisme HAM PBB yang dibentuk berdasarkan mandat yang disetujui oleh negara-negara anggota PBB. 

Indonesia juga selalu aktif mendukung kerja SPMH agar mandat dilakukan secara penuh dan bertanggung jawab sehingga semua pihak menghormati mandat tersebut dan membantu negara-negara PBB dalam mewujudkan kewajiban HAM-nya. 

Khusus mengenai pembela HAM, Indonesia memainkan peranan kunci di Dewan HAM PBB dalam memajukan resolusi Pembela HAM agar sesuai dengan Deklarasi Pembela HAM PBB dan juga pandangan KTHAM bahwa pembela HAM bisa termasuk aparat pemerintah dan sipil.