Penggunaan Robot Kian Berdampak pada Arus Perdagangan dan Investasi

Robot Humanoid dan Marie Elka Pengestu.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Semua negara perlu melakukan penyesuaian kebijakan investasi dan perdagangannya, sejalan dengan kian besarnya dampak kemajuan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intellegence, seperti penggunaan robot humanoid.

Perkembangan teknologi ini, akan berdampak besar bukan hanya terhadap perekonomian saja, tetapi juga kehidupan sosial, prinsip-prinsip kemanusian dan etika, serta formulasi kebijakan.

Berdasarkan data International Federation of Robotics (IFR), penggunaan robot pada 2020 mendatang, diperkirakan mencapai tiga juta unit atau meningkat tiga kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Hal ini berpotensi mengubah struktur rantai nilai global (global value chain), sehingga berdampak pada arus perdagangan internasional dan investasi.

“Indonesia perlu memperkuat langkah antisipasi, dan inilah yang melandasi CSIS (Centre for Strategics International Studies) bekerja sama dengan PECC (Pacific Economic Cooperation Council) menggelar Global Dialogue 2019, dengan tema ‘Harnessing Frontier Technologies: Redesigning National, Regional and Global Architecture’,” kata Marie Elka Pengestu, selaku Co-Chair PECC Indonesia, dikutip dari keterangannya, Senin 16 September 2019.

CSIS Global Dialogue 2019, juga akan menghadirkan Sophia, yaitu robot berbentuk manusia (humanoid) dengan kecerdasan buatan, juga akan melakukan interaksi dengan peserta dan pembicara konferensi.

Selain itu, konferensi ini juga memiliki sesi khusus untuk memperkenalkan perkembangan teknologi terkini kepada generasi muda dalam youth forum yang akan dihadiri oleh Bapak Presiden Joko Widodo.

CSIS Global Dialogue 2019 adalah lanjutan dari Global Dialogue 2018, yang mengambil tema Global Disorder The Need for Regional Architecture and Business Model? Dialog akan digelar selama dua hari, yaitu 16 dan 17 September dengan menghadirkan pembicara dari kalangan praktisi, ahli, dan akademisi dari dalam dan luar negeri.

Konferensi tahun ini terdiri dari empat diskusi panel. Masing-masing akan membahas arah perkembangan teknologi saat ini yang semakin mengarah ke ‘singularitas teknologi’, serta implikasinya secara luas (panel I) , kemudian implikasi ekonomi dari perkembangan teknologi saat terhadap ini penciptaan lapangan kerja di masa depan, serta kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat di tingkat lokal maupun global pada panel II.

Selanjut, pada panel III membahas soal tantangan yang dihadapi untuk melindungi keamanan data dan privasi, serta panel IV tenang formulasi paradigma kebijakan baru dari seluruh pemangku kepentingan untuk menghadapi perubahan teknologi yang sangat pesat.

***

Transformasi Perdagangan dan Investasi
Penggunaan robot dan teknologi otomatisasi di bidang manufaktur telah mendorong terjadinya tren reshoring pada perusahaan multinasional. Akibatnya, investasi yang mengandalkan upah yang relatif lebih murah, kian mengecil.

Perkembangan teknologi juga mendorong bertumbuhnya servisifikasi di industri manufaktur. Industri jasa seperti logistik, jasa informasi, dan telekomunikasi telah menjadi penopang bagi industri manufaktur.

Contohnya, biaya produksi satu buah telepon genggam hanya sepertiga dari nila jualnya. Sementara itu, nilai jasa dalam produk tersebut dapat mencapai lebih dari 60 persen. Untuk mengakomodasi meningkatnya peran industri jasa dalam industri manufaktur diperlukan perubahan mendasar dalam strategi industrialisasi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Teknologi digital dan otomatisasi diprediksi tidak hanya akan mengubah karakter, jenis dan jumlah pekerjaan, tetapi juga membuat hubungan hubungan industrial semakin kompleks. Hal ini sejalan dengan semakin berkembangnya perusahaan yang berinovasi pada teknologi yang bersifat disruptif.  Pekerjaan yang bersifat virtual freelance semakin meningkat, di sisi lain pekerjaan yang bersifat manual dan repetitif, seperti penjaga tol dan teller bank kian berkurang.

Dalam kasus Indonesia, hal ini terasa pada meningkatnya persaingan antara perusahaan yang mengandalkan hubungan kerja tradisional, seperti perusahaan taksi, dengan perusahaan yang mengandalkan hubungan kerja virtual freelance, misalnya ride-hailing.

Persaingan juga terjadi di bidang yang pekerjanya memiliki keahlian khusus dan tinggi seperti kedokteran, contohnya antara dokter yang dipekerjakan oleh pihak rumah sakit dan dokter yang bekerja melalui layanan telemedicine seperti halo dokter.

Untuk mengakomodasi perkembangan ini, regulasi ketenagakerjaan khususnya yang terkait dengan hubungan industrial dan perlindungan tenaga kerja perlu diubah.

***

Peran Perpajakan dan Ekonomi Digital
Dengan pertumbuhan ekonomi digital yang semakin cepat, pemerintah perlu mereformasi sistem perpajakan yang ada. Namun, hal ini bukanlah hal yang mudah, karena rezim perpajakan yang rumit dan berbeda-beda antar negara menjadi penghambat. Diperlukan sistem perpajakan yang berlaku secara universal dan dapat diterima di semua negara.

Untuk itu, 125 negara berkolaborasi melalui OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) untuk menciptakan standar acuan internasional yang baru bagi peraturan perpajakan.

Selain itu, meningkatnya penggunaan robot memunculkan inisiatif baru untuk mengenakan robot tax selayaknya pekerja manusia. Inovasi-inovasi perpajakan ini perlu didiskusikan lebih lanjut pada forum antar negara.

Indonesia sebagai anggota dari forum G20 secara aktif memberikan masukan bagi perkembangan sistem perpajakan digital. Adapun salah satu inisiatif pemerintah adalah pajak e-commerce. Pada April 2019, Kementerian Keuangan sudah berencana mengeluarkan peraturan perpajakan khusus e-commerce.

Namun, peraturan ini ditarik kembali akibat kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Selain itu, pemerintah juga berinisiatif untuk membentuk dua direktorat baru di bawah supervise Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Direktorat Data dan Informasi Perpajakan dan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi, yang bertujuan untuk membantu pemerintah dalam mengidentifikasi potensi-potensi pajak dengan menggunakan data digital.

Kepala Departemen Ekonomi CSIS, Yose Rizal mengatakan, teknologi digital Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi landasan pembangunan ekonomi inklusif di Indonesia. Dengan pertumbuhan yang semakin cepat, ekonomi digital atau intelligent economy mengubah model bisnis tradisional.

“Pemerintah juga perlu melakukan transformasi terkait dengan perpajakan. Formulasi kebijakan terkait ekonomi digital, seharusnya mempertimbangkan kesejahteraan seluruh pihak terkait, agar manfaatnya bisa dirasakan secara optimal,” ujarnya.