Data Supply dan Demand Tak Singkron Hambat Produksi Baja Nasional
- ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
VIVA – Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction, Ken Pangestu mengaku bahwa ketiadaan data dan informasi mengenai jumlah pasokan material konstruksi guna memenuhi kebutuhan nasional, menyebabkan kerap tidak singkronnya pasokan dan permintaan di industri tersebut.
Menurutnya, hal itulah yang menyebabkan tidak adanya titik temu, mengenai berapa jumlah kebutuhan dan pasokan material konstruksi yang tersedia. Sehingga, praktik impor masih kerap terjadi dan menyebabkan rendahnya tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada sejumlah proyek konstruksi.
"Dampaknya cukup terasa. Jadi kita di industri sendiri cukup sadar perlunya pertukaran data dan informasi yang sangat penting semacam itu, untuk menghadapi revolusi industri 4.0 ini," kata Ken saat ditemui di Kementerian PUPR, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 3 September 2019.
Karenanya, Ken mengatakan bahwa pihaknya dan para asosiasi serta stakeholder lain yang terkait dengan problematika ini, sangat mendukung program penguatan rantai pasok di industri material konstruksi yang digagas Kementerian PUPR.
Mengenai berapa kapasitas produksi baja nasional saat ini, Ken menjelaskan bahwa angkanya baru mencapai sekitar 16 juta ton per tahun. Total produksi baja nasional secara tahunan itu sebenarnya juga masih bisa dimaksimalkan.
Sebab, tergantung dari seberapa banyak permintaan pasar, yang sebenarnya juga turut memengaruhi kinerja produksi para produsen yang hingga saat ini dinilai belum maksimal.
"Mungkin saat ini (produksi baja nasional) baru mencapai 60 persen dari kapasitas, jadi belum maksimal. Karena demand-nya belum memenuhi dan belum ketahuan juga berapa-berapanya," ujar Ken.
Ken tak menyangkal bahwa selama ini, baik konsumen maupun produsen dari industri material konstruksi di tataran nasional, masih berjalan sendiri-sendiri. Belum ada koordinasi yang jelas dan terarah.
Padahal, untuk penyediaan rantai pasokan sejumlah material konstruksi, seperti misalnya baja, industri nasional diakui Ken sudah cukup bisa memenuhinya. Sehingga, siapa pun pihak yang menggarap proyek infrastruktur, tidak harus melakukan impor bahan material konstruksi sama sekali.
"Bukan hanya soal produsen saja, tapi kita dari soal engineering dan fabrikasinya juga sudah cukup maju. Material yang kita suplai ke PUPR untuk bangun jembatan misalnya, itu seluruh komponen bajanya sampai bautnya, galvanis, sampai terpasang, itu sudah bisa dipenuhi dari dalam negeri," kata Ken.
Karenanya, lanjut Ken, pihaknya bersama para asosiasi serta stakeholder terkait lain, akan mulai membantu Kementerian PUPR. Khususnya untuk memberikan data terkait ketersediaan material konstruksi dan segala macamnya.
Agar, semua aspek terkait masalah perencanaan, pelaksanaan, bahkan sampai ke industri produksinya, bisa menyiapkan bahan baku termasuk masalah peralatannya.
"Dengan adanya data informasi yang sangat penting itu, maka permintaan dan kebutuhannya bisa ketahuan berapa, sehingga produsen bisa menyiapkan. Jadi ada pertukaran informasi karena selama ini baik produsen dan konsumen jalannya masing-masing," kata Ken.
"Kita dari industri sendiri memang lagi mempersiapkan data-data sebagai dasar kita untuk mendukung mata rantai pasok yang ada," ujarnya.