Pendiri Jababeka Minta Perampasan Saham Jangan Jadi Ajang Spekulasi
- VIVA/Fikri Halim
VIVA – PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) saat ini mengalami kisruh kursi kepemimpinan. Posisi direksi dan komisaris baru Jababeka berdasarkan Rapat Pemegang Umum Saham (RUPS) 26 Juni 2019 digugat tujuh pemegang saham.
Pendiri dan Komisaris PT Kawasan Industri Jababeka Tbk, Setyono Djuandi Darmono mengingatkan agar para spekulan tidak menjadikan Jababeka sebagai ajang spekulasi yang mengancam sustainability perseroan sebagai perusahaan publik dan sekaligus swasta yang mendukung Indonesia Incorporated.
Sebab, menurut dia, Jababeka yang berumur 30 tahun lebih telah menunjukkan kinerja dan juga peran strategisnya dalam mendukung pemerintah membangun infrastruktur bagi kemajuan bangsa.
"Jababeka ini adalah perusahaan yang disebut pemerintah aset nasional karena membangun kawasan industri, membuka lapangan kerja seperti BUMN, dan concern pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya di Cikarang, dari yang tidak ada apa-apa menjadi 1 juta penduduk dan GDP nya US$35 miliar," ujar Darmono dalam keterangannya, Senin 2 September 2019.
Darmono menuturkan, dirinya sangat menyadari karakteristik pemegang saham memang berbeda-beda. Di mana banyak orang beli saham untuk trading dan spekulasi sehingga ingin cepat untung. Tapi, Jababeka memberikan kinerja yang baik bagi dana yang sifatnya tidak mau spekulatif dan memiliki true goal vision.
Seperti diketahui, Jababeka sedang menghadapi polemik keabsahan pergantian anggota Direksi dan Dewan Komisarisnya yang bersumber dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) Tahunan pada 26 Juni 2019.
Dalam RUPST tersebut, Sugiharto diangkat sebagai direktur utama dan Aries Liman sebagai komisaris Jababeka yang baru sebagaimana didukung oleh dua pemegang saham yakni PT Imakotama Investindo dan Islamic Development Bank (IDB) yang memberikan kuasa masing-masing kepada Iwan Margana dan Pratama Capital Assets Management.
Namun, pergantian dirut dan komisaris yang baru tersebut tidak dapat diberlakukan dikarenakan adanya gugatan dari tujuh pemegang saham Jababeka lainnya yang mempersoalkan keabsahan proses diambilnya keputusan serta konsekwensi negatif dari pergantian yang dilakukan, termasuk adanya keberatan dari pihak kontraktor yang berpotensi mengakibatkan proyek terganggu.
Keputusan RUPS 26 Juni juga dinilai berpotensi mengakibatkan terjadinya Change of Control berdasarkan perjanjian penerbitan utang Jababeka yang diatur berdasarkan hukum asing yang mengakibatkan Jababeka dalam kondisi harus secara serta merta dan seketika membeli surat utangnya senilai US$300 juta yang sebenarnya baru jatuh tempo pada 2023.
Darmono mengharapkan konflik eksternal antar pemegang saham itu dapat memberikan manfaat dalam bentuk lain yang positif. "Kami harapannya, ribut-ribut ini masih ada manfaatnya. Supaya kita bantu negara dan pembangunan bisa lebih cepat," ujarnya. [mus]