Mendag Klaim Ekspor RI Terkendali Meski Ada Aksi Demo di Hong Kong

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Sumber :
  • VIVAnews/Sherly

VIVA – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebutkan saat ini bisnis ekspor Indonesia ke Hong Kong mengalami gangguan. Hal itu usai adanya demonstrasi yang dilakukan masyarakat Hong Kong terkait RUU Ekstradisi ke China.

"Kalau ada pengaruh atau dampaknya, ya tentu ada, itu tidak kita tutupi. Tapi, saya belum hitung berapa persen dampaknya, karena ya aksi (demonstrasi) itu masih bergulir," katanya di Tangerang, Rabu, 14 Agustus 2019.

Kendati demikian, pengaruh situasi di Hong Kong dengan ekspor Indonesia masih bisa dikendalikan. Namun, bila situasi di negara tersebut makin memanas, Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah dengan mencari peluang ekspor lain agar neraca perdagangan Indonesia tidak defisit.

"Kalau terus begitu dan membuat arus ekspor Indonesia ke Hong Kong melambat tentu kita harus cari negara lain supaya kita enggak defisit. Tapi memang sejauh ini sebelum adanya aksi demo, hubungan bisnis kita dengan Hong Kong cukup baik," ujarnya.

Ia menerangkan, dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2019, total perdagangan Indonesia dan Hong Kong mencapai US$2,89 juta atau meningkat 3,24 persen yang mana dibandingkan dengan periode yang sama 2018 sebesar US$2,50 juta.

"Hubungan ekspor kita itu cukup positif yang mana di tahun 2019 untuk nilai ekspor Indonesia ke Hong Kong mencapai US$1,298 juta. Tapi memang, hingga saat ini, kita belum lihat nilainya lagi karena masih terus perhitungan," ungkapnya.

Sementara itu, data Badan Pusat Statistik mencatat pada Juni 2019 neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sebesar US$200 juta. Angka itu lebih rendah dari posisi Mei 2019 yang surplus US$210 juta.

Kepala BPS, Suhariyanto, menjabarkan surplus tersebut terjadi karena nilai ekspor pada bulan itu tercatat mencapai sebesar US$11,78 miliar, jauh lebih tinggi dibanding nilai impor yang mencapai US$11,58 miliar.

"Neraca perdagangan kita pada Juni 2019 masih surplus US$200 juta. Tentunya kita berharap bulan-bulan ke depan neraca perdagangan kita terus membaik dengan berbagai kebijakan pemerintah," kata dia saat konferensi pers, di kantornya, Senin, 15 Juli 2019.

Lebih lanjut, dia menguraikan, jika dirujuk berdasarkan sektornya, neraca perdagangan minyak dan gas bumi atau migas pada bulan itu masih mengalami defisit, yakni sebesar US$966,6 juta. Sementara itu, untuk sektor non migas, tercatat surplus sebesar US$1,16 miliar.

Adapun berdasarkan jenis barang di sektor migas, Suhariyanto mengatakan, hasil minyak masih menyumbang defisit terbesar, yakni mencapai US$933,4 juta. Jauh lebih rendah dari posisi Mei 2019, sebesar US$1,12 miliar. (ase)