Perang Tak Pernah Bisa Jadi Solusi

Duta Besar Federasi Rusia untuk Republik Indonesia Lyudmila Vorobieva saat berkunjung ke kantor redaksi VIVA
Sumber :
  • VIVA/Ikhwan Yanuar

VIVA – Masih hitungan pekan bertugas di Indonesia, Duta Besar Rusia untuk RI Lyudmila Vorobieva cepat merasa betah. Selain dia menyukai iklim tropis, Dubes perempuan ini juga mengaku tak sulit menyesuaikan diri dengan makanan Indonesia.

Dia menggemari makanan pedas dan berbumbu yang memang khas dan banyak ditemukan di nusantara. Maklum, Lyudmila Vorobieva memang sebelumnya bertugas sebagai Dubes Rusia untuk Malaysia selama 2010-2015, yang merupakan tetangga dekat Indonesia. 

Belum lama ini, Dubes Lyudmila mengunjungi kantor redaksi VIVA. Dia banyak berbicara mengenai politik global, keamanan, diplomasi RI-Rusia hingga soal budaya dan pendidikan. Lyudmila juga panjang lebar menepis soal tudingan Amerika Serikat dan sekutunya tentang andil Kremlin soal senjata kimia di Suriah.

Namun sekalipun AS dan sekutu meluncurkan serangan militer ke Suriah, negara sekutu Rusia itu, sang Dubes mengatakan bahwa Rusia tak akan membalas dengan penggunaan kekuatan senjata. Lyudmila mengingatkan, Rusia adalah negara yang paling tahu apa arti kata perang, yang tak pernah bisa menjadi solusi sebuah masalah.

Itu karena Rusia pernah merasakan pahit getirnya perang. Contoh nyata adalah Perang Dunia Kedua. Kendati Rusia turut tampil sebagai pemenang, Perang Dunia itu mengorbankan puluhan juta jiwa rakyat. Maka Rusia tidak mau munculnya lagi perang di mana pun. "Kondisi damai buruk sekali pun lebih baik dari sebuah perang baik," kata Lyudmila saat diwawancarai VIVA.

Siang itu, Dubes Lyudmila tampak anggun dalam balutan setelan merah yang tampak kontras dengan warna kulit dan rambut yang pula cerah. Setelan itu dipadu rapi dengan sepasang sepatu berhak tinggi. Berikut petikan wawancara Dubes Lyudmila dengan VIVA:

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, dan Atase Pers Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Denis Tetyushin, saat berkunjung ke kantor VIVA. Foto: VIVA/Ikhwan Yanuar

Amerika Serikat, Inggris dan Prancis meluncurkan serangan ke Suriah yang merupakan sekutu dari Rusia. Bagaimana tanggapan terbaru Rusia terkait serangan tersebut?

Kami segera merespons terhadap serangan tersebut dengan menilai bahwa serangan tersebut sangat buruk dan melanggar hukum internasional baik itu norma dan peraturan yang berlaku. Sebab serangan tersebut bukan dimandatkan oleh Dewan Keamanan PBB melainkan secara unilateral dan dilakukan kepada negara yang berdaulat. Tindakan ini juga salah karena sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan adanya serangan senjata kimia di Douma Suriah seperti yang dituduhkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya.

Selain itu, Polisi Militer Rusia yang turut menjaga keamanan di Douma telah berusaha untuk mencari korban dari serangan kimia tapi mereka gagal menemukannya. Jika serangan kimia terjadi, tentu mereka juga akan terkena dampak. Sejauh ini di rumah sakit Douma tidak ada bukti korban dari serangan tersebut. Baru-baru ini saya mendengar kabar bahwa tim jurnalis dari AS juga berkunjung ke Douma dan tidak menemukan bukti serangan kimia di sana.

Tentu kami masih menunggu hasil investigasi dari OPCW di mana sekarang tim sedang berada di Douma. Sebenarnya AS memutuskan untuk meluncurkan serangan bahkan sebelum para ahli dan inspektur berhasil masuk ke Douma untuk melakukan pekerjaan dan investigasi mereka. Mengapa harus terburu-buru. Kami pikir serangan tersebut tidak akan membantu menyelesaikan masalah di Suriah, justru akan semakin memperburuk situasi.

Rusia mengutuk intervensi militer Barat ke Suriah. Rusia dan Suriah juga membantah menggunakan senjata kimia. Jadi menurut Anda apa sebenarnya tujuan utama AS dan sekutunya untuk melakukan ini?

Rusia dan Pemerintah Suriah membantah menggunakan segala bentuk senjata kimia. Jika diingat sejarah situasi di Suriah bahwa pemerintah Suriah telah setuju untuk bergabung dengan Chemical Weapons Convention (CWC). Mereka telah menghancurkan gudang senjata kimia. Itu juga telah disahkan oleh OPCW. Rusia juga menjadi salah satu negara yang menginisiasi kesimpulan dari CWC dan kami berkomitmen terhadap konvensi tersebut.

Kami juga telah menghancurkan senjata kimia secara menyeluruh dan disahkan oleh OPCW pada September 2017. Selain itu kami memusnahkan senjata kimia terakhir yang kami miliki. Jadi baik itu Rusia maupun Suriah sudah tidak memiliki senjata kimia.

Untuk tujuan serangan ini, Anda mungkin bisa menanyakan langsung kepada AS soal tujuan mereka. Tentunya untuk melemahkan pemerintah Bashar Al-Assad dan menyalahkannya tentang segala hal buruk yang terjadi di Suriah. 

Saya juga ingin menekankan bahwa Rusia tidak mendukung Bashar Al-Assad secara pribadi. Kami mendukung pemerintah yang terpilih secara sah dan secara hukum dan kami di Suriah hanya untuk melawan teroris.

Kita lebih dekat ke Suriah dibanding ke AS dan kami juga terdampak dengan serangan teroris. Tujuan kehadiran Rusia di Suriah juga sah karena kami diminta oleh pemerintah Suriah yang sah untuk berada di sana untuk melawan teroris dan bukan mendukung Assad. 

AS menyatakan akan menjatuhkan sanksi baru kepada Rusia. Apakah Rusia sudah siap dan mungkin telah menyiapkan berbagai antisipasi?

Kami sudah hidup dengan sanksi selama beberapa tahun ini. Tapi Rusia adalah negara besar dengan banyak sumber daya. Kami memiliki sumber daya alam, kami memiliki sumber daya manusia, industri yang berkembang dan agrikultur. Jadi pada dasarnya kami tidak takut dengan sanksi apa pun. 

Bahkan ada sanksi yang justru membantu kita, contohnya untuk mengembangkan pertanian. Tahun lalu Rusia menjadi eksportir pertama untuk gandum. Jadi kami berharap tahun ini PDB akan meningkat dua persen dan itu tidak buruk dan kami tidak akan tertekan. Jika dilihat, sanksi secara unilateral juga tidak akan berhasil dengan baik. Kita bisa lihat contohnya di Iran dan Korea Utara.

Bagaimana posisi Rusia di DK PBB dalam hal membuat negara-negara lain yakin bahwa Rusia bukan aktor di balik serangan kimia yang dituduhkan?

Kami akan terus memberitahukan kebenaran. Kami tidak berusaha untuk meyakinkan pihak lain tapi kami hanya menyampaikan kebenaran. Saya sudah sebutkan tadi bahwa Rusia telah menghancurkan senjata kimia dan berkomitmen dengan CWC.

Jika Anda tahu kasus Skripal di Inggris, ketika Rusia juga dituduh menggunakan senjata kimia, sebenarnya sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Rusia berhubungan dengan insiden ini. Inggris juga tidak
memberikan informasi apa pun kepada kami. Kami hanya mengetahui lewat media sosial dan media massa. 

Kami juga tidak mendapatkan akses kekonsuleran kepada warga negara kami dan kami tidak melihat adanya bukti. Saya pikir orang lain juga tidak menemukan bukti bahwa Rusia memiiliki terkait. Menlu Lavrov juga menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan laboratorium secara independen di Swiss terkait kasus Skripal, ditemukan kandungan kimia lain yang digunakan di mana bahan kimia itu diproduksi di AS dan Inggris, dan digunakan oleh negara-negara anggota NATO.

Baru-baru ini pemberontak dari Ghouta Timur mengaku diancam oleh Rusia dengan dua opsi yaitu menghadapi serangan kimia atau meninggalkan Suriah. Benar atau tidak?

Semua berita palsu yang sangat banyak ini membuat kebenarannya jadi buram. Kami tidak mengancam siapa pun khususnya terkait serangan kimia. Kami melawan penggunaan senjata kimia. Jadi kami yakin itu berita palsu, tuduhan palsu seperti yang sudah kita banyak lihat beberapa waktu terakhir.

Apakah penggunaan kekuatan militer menjadi opsi Rusia untuk merespons serangan AS di Suriah?

Saya berharap penggunaan akal sehat lebih baik karena AS memainkan permainan yang sangat berbahaya. Tapi saya dapat menjamin dari sisi Rusia, kami tidak berpikir opsi militer akan mengarah ke hal yang baik. Kami terbuka untuk dialog, kami pikir tidak ada solusi militer, solusinya adalah politik dialog secara inklusif antara semua pihak yang khawatir dengan Suriah. Kami melakukan yang terbaik untuk memfasilitasi dialog antara semua pihak di Suriah.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Rusia mungkin paling tahu apa artinya perang. Di Rusia kami bahkan mengatakan bahwa bad peace is better than a good war 'damai yang buruk lebih baik dari sebuah perang yang baik'. Kami tahu dari pengalaman, kami telah kehilangan 27 juta jiwa di Perang Dunia II. Banyak keluarga yang kehilangan anggota keluarganya. Saya juga mau mengatakan, tak ada seorang pun di Rusia berharap melihat lebih banyak konflik militer atau perang di dunia.

Foto: VIVA/Ikhwan Yanuar

Perang sipil di Suriah sudah berlangsung lama sejak era Assad. Apakah Rusia punya solusi untuk membantu Suriah untuk mengakhiri konflik?

Satu-satunya solusi adalah untuk tidak meluncurkan serangan rudal melawan Suriah atau mencoba menggulingkan pemerintahan Assad. Tapi membuat semua pihak dalam konflik untuk berdialog secara inklusif dan mencari solusi. Tidak ada cara lain.

Berbicara soal isu keamanan di kawasan Asia, bagaimana pandangan Rusia mengenai posisi Indonesia dalam arsitektur keamanan regional?

Indonesia adalah negara yang sangat penting untuk Rusia dan menjadi mitra kunci di kawasan. Kami pikir posisi Indonesia sangat penting untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara dan Asia Pasifik secara luas. Kami memiliki dialog politik yang aktif antara kedua negara. 

Presiden RI juga sudah berkunjung ke Rusia pada tahun 2016 di Sochi dan pertemuan yang sangat baik dengan Presiden Vladimir Putin. Kita telah bertukar delegasi. Tahun lalu Menlu Rusia Lavrov datang ke Jakarta kemudian Maret lalu Menlu Retno pergi ke Moskow dalam rangka kampanye pencalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Saya juga ada di sana dan Menlu Retno memiliki pembicaraan yang baik dengan Lavrov. 

Kedua negara juga berdialog terkait isu keamanan, pejabat tinggi RI telah berangkat ke Rusia untuk mendiskusikan keamanan regional, kerja sama untuk melawan terorisme. Jadi posisi Indonesia sangat penting. Rusia mengapresiasi posisi Indonesia yang sangat seimbang dalam hubungan internasional. Indonesia juga anggota G20.

Soal kunjungan Presiden Putin ke Indonesia, apakah akan ada kerja sama baru antara kedua negara dalam hal perdagangan alutsista dan kesepakatan ekonomi untuk meningkatkan level kerja sama dua negara?

Sebagai Dubes Rusia untuk Indonesia saya sangat berharap Presiden Putin akan berkunjung ke Indonesia segera. Namun seperti diketahui Presiden Putin baru terpilih kembali dalam Pemilu Maret lalu dengan memenangkan 77 persen suara. Hal ini sebenarnya hasil yang sangat tidak diduga. Putin akan dilantik pada bulan Mei. Jadi segala keputusan terkait kunjungan kenegaraan akan diputuskan setelah pelantikan.

Tentu kedua negara memiliki potensi besar. Seperti diketahui populasi kedua negara kita jika dikombinasikan 400 juta orang. Jumlah perdagangan yang dimiliki kedua negara juga tidak buruk dan menunjukkan tren positif. Tahun lalu meningkat sebesar 25 persen dan itu tentu belum cukup. Kedua negara bisa mengupayakan lebih banyak kerja sama apalagi RI dan Rusia sifatnya saling melengkapi, kita dapat saling bertukar kebutuhan.

Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, di Sochi, Rusia, pada 2016. (Foto: Reuters)

Saya optimistis dan saya akan melakukan yang terbaik untuk meningkatkan kerja sama di area berbeda, tidak hanya perdagangan dan investasi, juga dialog politik, namun dalam bidang kemanusiaan, pertukaran budaya. Ada banyak turis dari Rusia datang ke Indonesia dengan jumlah yang terus bertambah.

Saya ingin banyak orang Indonesia berkunjung ke Rusia apalagi jelang Piala Dunia. Juga dalam bidang pendidikan adalah salah satu area yang bisa dieksplorasi. Ada lumayan banyak pelajar Indonesia belajar di Rusia, kami juga menyediakan beasiswa untuk pelajar Indonesia sebanyak 160 per tahun tapi kami bisa menyediakan lebih banyak tidak hanya di Moskow tapi juga bisa di St Petersburg.

Bulan Agustus nanti, KBRI di Rusia akan menggelar Festival Indonesia. Dubes RI untuk Rusia juga mengatakan bahwa festival ini meningkatkan perdagangan antara kedua negara. Bagaimana menurut Anda?

Saya harus mengucapkan selamat kepada Dubes RI untuk Rusia Wahid Supriyadi  karena mengupayakan banyak hal untuk mengorganisir Festival Indonesia di Moskow. Saya hadir pada festival ini tahun lalu. Festival tersebut sangat berwarna, sangat menarik, sangat atraktif dan saya berharap tahun ini akan lebih besar sepeti yang dijanjikan Dubes Wahid.

Saya tak tahu apakah banyak orang Rusia tahu tarian Poco-poco, tapi saya tahu karena saya sebelumnya ditugaskan di Malaysia di mana di sana Poco-poco juga populer. Namun sekarang saya harus belajar lagi karena sudah sedikit lupa setelah dua tahun yang lalu. 

Namun tentunya orang Rusia tahu beberapa hal tentang kebudayaan Indonesia, tarian, wayang. Jadi ini event yang sangat bagus dan saya mengucapkan selamat kepada KBRI Rusia. Saya berharap bisa membuat hal yang sama di sini.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, dan Atase Pers Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Denis Tetyushin, saat mendengarkan penjelasan dari Redaktur Pelaksana VIVA, Renne Kawilarang. Foto: VIVA/Ikhwan Yanuar

Rusia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia tahun ini. Bagaimana persiapannya? Apakah ada bebas visa untuk pemegang tiket?

Ya, ada sedikit kelonggaran untuk visa tapi saya kurang tahu persis. Tapi saya dapat pastikan akan lebih mudah untuk mendapatkan visa ke Rusia bagi pemegang tiket. Dari pihak kami, Kedutaan akan memfasilitasi dengan baik. Piala Dunia adalah tentang olahraga tapi siapa pun yang ke sana juga akan melihat kebudayaan dan kehidupan di Rusia. 

Jadi saya berharap warga Indonesia bisa melihat kebudayaan Rusia. Kegiatan Piala Dunia juga akan diadakan di 11 kota di Rusia jadi akan ada banyak kesempatan untuk melihat Rusia seperti museum, galeri, teater, dan kuliner.  Jadi silakan datang ke Rusia karena semua sudah dipersiapkan dengan baik seperti infrastruktur, keamanan tidak usah khawatir karena Rusia sangat aman. Kami juga punya pengalaman menjadi tuan rumah acara olahraga besar seperti Olimpiade Musim Dingin tahun 2014 bahkan Rusia dinobatkan sebagai tuan rumah terbaik. 

Rusia dan RI secara geografis cukup jauh. Mungkin belum banyak orang tahu tentang masing-masing negara. Komoditas dan potensi pariwisata apa yang bisa dimaksimalkan Rusia sebagai daya tarik?

Rusia itu sangat beragam. Ada banyak tempat untuk dikunjungi. Jika suka kesenian, ada banyak museum dan galeri. Kemudian teater, penampilan balet, modern art. Jika suka keindahan alam, maka ada banyak hutan, danau, pegunungan. Jika suka laut, kami punya banyak. Kita juga punya gunung merapi aktif di Rusia. Jadi secara geografis, Rusia sangat beragam, semua orang akan menemukan segala sesuatu di Rusia. Kami memiliki tourist office di Vietnam, Visit Rusia yang mencakup seluruh Asia Tenggara jadi Anda bisa melihat website dan memperoleh banyak informasi dari sana. 

Foto: VIVA/Ikhwan Yanuar

Apakah Anda bisa berbicara dalam bahasa Indonesia, walau sedikit mungkin?

Saya harus mengakui, sayangnya saya tidak bisa. Tapi saya bisa katakan "Selamat Datang di Rusia".

Anda tertarik untuk belajar bahasa Indonesia?

Saya tertarik belajar bahasa Indonesia. Saya juga belajar bahasa Laos dan Thailand, kedua bahasa itu agak mirip. Saya juga sekarang sedang belajar bahasa Indonesia. Jadi mungkin satu tahun ke depan saya bisa berbicara dengan bahasa Indonesia.

Sudah mencicipi makanan tradisional Indonesia? Apa ada yang berkesan?

Ya tentu saja, saya suka sate dan sudah makan nasi goreng. Saya suka makanan yang pedas seperti makanan Thailand misalnya. Dan saya suka karena  makanan berbumbu dan pedas ada banyak di sini. (ren)