Iklim Investasi RI Membaik di Era Reformasi

Chris Wren, CEO British Chamber of Commerce di Indonesia dalam wawancara dengan VIVA.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Sebagai dua negara bersahabat, Indonesia dan Inggris terus mengembangkan kerja sama di berbagai bidang, termasuk bisnis dan perdagangan. Ini terbukti dari meningkatkan volume perdagangan antara Inggris dan Indonesia dalam beberapa tahun belakangan.

Kendati naik, peningkatannya terasa belum signifikan. Banyak pihak percaya seharusnya hubungan bisnis dan perdagangan Inggris dan Indonesia bisa digenjot lebih banyak dari saat ini. Beberapa kendala yang dihadapi adalah masih kurang eratnya hubungan antar-pebisnis dari kedua pihak dan belum sinkronnya aturan dari pemerintah negara masing-masing dalam memuluskan perdagangan bilateral dan investasi.

Titik-titik lemah inilah yang coba diatasi para pengusaha dari kedua negara, yang rutin berinteraksi dalam sebuah asosiasi bernama Kamar Dagang Inggris atau The British Chamber of Commerce. Mulai aktif di Indonesia pada 1999, atau setahun setelah “Orde Reformasi” dimulai, The British Chamber of Commerce in Indonesia kini beranggotakan sedikitnya 230 perwakilan korporat dan 800 individu dari berbagai komunitas.

Sebagai Kepala Eksekutif Korporat atau CEO The British Chamber of Commerce di Indonesia, Chris Wren paham betul mengenai dinamika hubungan dagang Indonesia dan Inggris, yang dia nilai banyak potensi besar namun masih belum optimal digarap. Sebagai eksekutif yang bolak-balik ke Indonesia selama 20 tahun lebih, Wren tidak hanya sebagai salah satu sumber terpercaya bagi para investor Inggris, namun dia juga sering dimintai pendapat oleh kalangan pebisnis, diplomat, dan jurnalis mancanegara soal cara berusaha maupun bagaimana perkembangan usaha di Indonesia.

Itu sebabnya dalam perbincangan dengan VIVA di Jakarta beberapa waktu lalu, Wren dengan fasih menjelaskan cukup panjang lebar mengenai perkembangan hubungan dagang dan bisnis antara Inggris dan Indonesia. Dia juga memaparkan apa saja potensi yang belum banyak digarap oleh pengusaha kedua negara dan bagaimana menghadapi tantangan yang masih harus dihadapi kedua pihak -  seperti “Tahun Politik” di Indonesia dan juga efek Brexit bagi Inggris dan RI.     

Pria asal Liverpool ini pun mengungkapkan makanan khas dan tempat favorit yang dikunjungi selama berada di Indonesia. Termasuk bagaimana dia menghadapi macet di Jakarta dan kota-kota lain. Berikut kutipannya.

Apa peran British Chamber of Commerce dalam meningkatkan perdagangan dan investasi Inggris di Indonesia?

Ketika awal dibentuk, British Chamber of Commerce adalah pusat atau inti organisasi keanggotaan, di mana kita saling memberi dukungan kepada partisipan yang berinvestasi di Indonesia dan berbisnis di Indonesia. Baru-baru ini, kita memiliki satu unit yang didedikasikan untuk mendukung usaha kecil dan menengah, yang ingin terhubung dengan pebisnis Indonesia. Jadi ada berbagai sektor seperti ekspor, impor, joint venture, teknologi dan transfer pengetahuan. Jadi British Chamber  o Commerce seperti fasilitator, kami memfasilitasi perdagangan dan investasi antara UK dan Indonesia.

Apa sektor yang paling menarik bagi para pebisnis Inggris untuk berinvestasi di Indonesia?

Ini menarik, karena ini sebenarnya sulit dijawab. Alasan sederhananya, jika dilihat dari seluruh perusahaan menunjukkan ketertarikannya berbisnis di Indonesia itu sektornya bervariasi. Kita seharusnya tidak terkejut dengan hal ini, karena Indonesia adalah negara dengan penduduk yang besar dan beragam.

Secara geografis luas Indonesia itu jaraknya seperti dari London ke Turki, jadi itu sangat besar. Ada beberapa sektor menarik seperti pendidikan, kemudian ada minyak dan gas, kemudian teknologi yang dibangun untuk mendukung clean energy, renewable energy, lalu financial services. Jadi banyak sektornya, tentunya retail juga tidak ketinggalan.

Bagaimana dengan bisnis kecil dan menengah, industri kreatif atau startup? Apakah British Chamber of Commerce juga memfasilitasi?

Ada banyak fokus baik itu dari Kedutaan Besar Inggris dan British Council, yang membantu kolaborasi antara UK dan Indonesia, seperti misalnya industri kreatif yang didorong oleh ketertarikan UKM. Baru-baru ini juga ada penandatanganan antara Liverpool dan Surabaya, di mana industri kreatif jadi salah satu fokus utama.

Bagi kami, sebenarnya UKM juga menjadi fokus utama. Karena perusahaan besar tidak terlalu butuh support atau bimbingan.

Beda dengan UKM yang membutuhkan masukan mengenai bagaimana berbisnis di Indonesia, kemudian terkait peraturan pemerintah, hukum dan lainnya. Jadi mereka butuh bimbingan dan saran dari British Chamber of Commerce.

Apa peran British Chamber of Commerce untuk meningkatkan pemahaman pebisnis Inggris untuk lebih banyak memahami Indonesia?

Kami sudah melakukan roadshow di banyak kota di Inggris. Kami fokus memberikan informasi kepada masyarakat untuk lebih banyak mengetahui Indonesia dengan kesempatannya yang ada.

Kami telah bertemu banyak orang selama roadshow dan banyak waktu, kami membantu membuka peluang dan kesempatan untuk bermitra dengan Indonesia.

Bulan Juni 2018 nanti kami akan mengikuti International Business Festival di Liverpool, kami akan ajak pebisnis dari Jawa Timur dan Jawa Barat selama kunjungan yang terfokus pada sektor manufaktur, makanan dan minuman, dan maritim.

Apakah ada saran bagi startup dan pebisnis Indonesia untuk menjalin hubungan dengan pebisnis Inggris atau dari negara asing lainnya?

Pertama, orang Inggris itu tidak jauh berbeda dengan orang Indonesia. Mereka memiliki motivasi yang sama untuk berbisnis dan menghasilkan keuntungan, menambahkan nilai tertentu dan menjadi rekanan untuk berkembang dengan negara lain. Jadi tidak menjadi suatu yang asing untuk berbisnis dengan orang Inggris.

Kemudian mulai membiasakan dengan aspek budaya yang berbeda, untuk melakukan bisnis dengan negara barat, Inggris, dan penting untuk memiliki strategi bagaimana membangun jaringan yang kuat, jadi British Chamber od Commerce ini sangat membantu.

Anda di Indonesia sudah cukup lama, bagaimana melihat Indonesia di Era Reformasi, yang kini sudah berjalan 20 tahun?

20 tahun itu waktu yang panjang. Waktu berbincang dengan Presiden BJ Habibie, Indonesia tentu menginginkan demokrasi, tapi juga belum terlalu siap untuk terlibat dengan demokrasi setelah Orde Baru.

Tapi Indonesia sendiri telah mengalami kemajuan yang signifikan. Presiden telah mendukung banyak kontribusi bagi bangsa, kemudian generasi milenial juga memiliki aspirasi.

Salah satu juga yang saya amati, media dan kebebasan pers juga sangat berperan memberi informasi kepada masyarakat. Media harus check and balance tidak saja politik, tapi juga bisnis. Apalagi Indonesia sekarang termasuk negara anggota G20. Indonesia harus berkontribusi dan memberi pengaruh dalam pembangunan global yang juga berdampak pada domestik.

Bagaimana iklim investasi di Indonesia? Apakah semakin baik?

Tentu lebih baik, meski ada beberapa hal yang tidak mudah seperti peraturan yang kompleks, peraturan yang kerap berubah serta belum jelasnya aturan kepemilikan asing terhadap suatu bisnis. Masih adanya juga kesulitan bagi pekerja asing untuk bekerja secara permanen.

Tapi Indonesia telah mengalami kemajuan signifikan. Kemudahan bisnis sudah meningkat menurut Indeks Dunia. Indonesia dan Inggris juga memiliki kekuatan hubungan seperti dengan Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), kami bekerja sangat dekat, untuk membuat Indonesia lebih banyak mengetahui bagaimana melihat peluang bisnis dengan Inggris.

Apa peluang dan tantangan bagi pebisnis Inggris di Indonesia?

***

Mungkin salah satunya adalah masih ada sebagian masyarakat Inggris yang tidak mengenal Indonesia. Apa yang kita temukan dari roadshow di Inggris selama ini, dari satu kota ke kota lainnya, kebanyakan orang cuma tahu Bali.

Jadi ini tantangan supaya orang Inggris tahu bahwa Indonesia terdiri dari populasi besar yang pertumbuhannya terus meningkat, milenial yang sangat dinamik, teknologi savvy, jadi ini menarik untuk meningkatkan ketertarikan pebisnis Inggris untuk mengeri jika mau usaha dan sukses di Indonesia. Mereka harus belajar proses dan perjalanan untuk berbisnis di Indonesia.

Indonesia saat ini memasuki 'Tahun Politik.' Bagaimana Anda mengantisipasi situasi ini? 

Di setiap negara di dunia, pemilu bisa menjadi gangguan yang besar. Banyak mobilisasi politis karena beberapa pihak fokus untuk menunjukkan posisi mereka di pemerintahan berikutnya yang terpilih.

Tapi demokrasi juga penting. Ada yang bilang demokrasi artinya boleh berdemo di Bundaran HI, yang waktu itu sempat menyebabkan kemacetan parah di separuh jakarta. Sebaiknya para poiltisi juga melakukan pendekatan yang konstruktif selama kampanye, jadi bisnis tidak terpengaruh dari kampanye. Politisi punya tanggung jawab.

Pemerintah Indonesia sedang gencar membangun infrastruktur, yang berdampak kenaikan signifikan dalam jumlah utang RI. Bagaimana Anda melihat kondisi ini?

Ada waktu untuk investasi dan mengambil keuntungan, untuk meminjam dan mengelola. Bank Indonesia punya reputasi yang sangat baik untuk mengelola ekonomi dalam basis makro, menyediakan medium dan long term dalam cara yang positif bagi Indonesia. Sebagai chamber of commerce, salah satu pengeluaran terbesar adalah biaya logistik. Mengirimkan produk itu butuh infrastruktur, jadi ini sangat kami sambut.

Anda sudah belasan tahun tinggal di Indonesia. Apa tempat favorit Anda?

Sangat sulit menjawab karena Indonesia sangat beruntung. Sangat banyak tempat indah. Salah satu yang saya sesalkan adalah saya tidak punya banyak waktu untuk bepergian. Jadi saya punya komitmen kalau ada libur panjang, saya akan pergi ke berbagai tempat yang berbeda.

Saya senang dan rileks berada di Bali, karena itu tempat yang sangat indah dan banyak sekali budayanya. Jika melihat budaya, kita bisa ke Bali. Jika mau tempat yang indah, Bali tempatnya, makanan yang enak juga ada di Bali. Saya juga menikmati Yogyakarta, juga Danau Toba. Saya berharap Danau Toba bisa dikembangkan dengan baik jadi makin banyak turis yang berangkat ke sana.

Apa makanan Indonesia yang jadi favorit Anda?

Makanan favorit, Anda harus ingat perut saya ini perut bule. Jadi saya suka makanan yang enak. Saya suka sate, nasi goreng juga ya. Kalau nonton bola, saya suka martabak manis keju dan kismis.

Bagaimana dengan macet. Anda punya jurus menghadapinya?

***

Sebagai bagian dari British Chamber of Commerce yang harus diyakinkan kepada visitor adalah untuk mengetahui tantangan yang ada Indonesia. Salah satunya macet.

Waktu saya pertama datang ke Indonesia 20 tahun yang lalu, dua hal yang bisa dilakukan saat macet adalah tidur atau membaca karena konektivitas sangat mahal.

Tapi sekarang bagi pebisnis, macet itu memberikan keuntungan karena bisa berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lewat media sosial.

Jadi jangan frustrasi, tapi harus terima saja dan persiapkan. Pakai konektivitas itu dan lebih produktif meski ada di tengah kemacetan.

Apakah pernah coba makanan kaki lima?

Sebenarnya waktu pertama tiba di Indonesia, orang bilang kalau tidak mau sakit ketika makan makanan pinggir jalan ya harus memakan makanan itu. Itulah pertama saya coba sate itu sangat enak dan sangat banyak di Indonesia. Banyak pebisnis Indonesia juga menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan makanan kaki lima di UK untuk orang Inggris.

Dunia dikejutkan dengan keputusan rakyat Inggris untuk berpisah dari Uni Eropa, yang populer dengan sebutan “Brexit” dan secara tidak langsung ini pasti juga berdampak bagi hubungan bisnis antara Inggris dan Indonesia.  Bagaimana pandangan dan antisipasi Anda atas Brexit ini?

Semua orang di dunia berbicara tentang Brexit, jadi kami selaku perwakilan Kamar Dagang Inggris mencoba untuk memberikan pemahaman. Kami telah berdiskusi antara Pemerintah Inggris dengan Pemerintah Indonesia dan memahami bahwa kedua negara telah membangun jalinan serta ikatan bisnis yang sangat kuat.

Jadi jika kedua negara mau berbisnis itu tidak susah. Aspek positif dari Brexit adalah kita telah memiliki ketertarikan sejak awal untuk membangun bisnis bersama, jadi Indonesia salah satu negara penting bagi Inggris di Asia Tenggara. Jadi tidak perlu khawatir. (ren)