RUU Perlindungan Data Pribadi, Dilarang Jual Beli Pengguna

Akademisi penggodok RUU Perlindungan Data Pribadi, Shinta Dewi
Sumber :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

VIVA – Butuh waktu panjang untuk memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Saat ini rancangan aturan tersebut masih menunggu dibahas DPR. Sampai saat ini, nasib RUU tersebut jalan ditempat, dalam Program Legislasi Nasional 2018, rancangan aturan itu belum juga masuk daftar pembahasan di DPR.

Salah satu orang yang ikut menyusun draf rancangan tersebut, Shinta Dewi mengatakan, wacana untuk membuat UU Perlindungan Data Pribadi telah muncul sejak 2012. Wacana itu ditindaklanjuti dengan proses diskusi khusus atau FGD, hingga penulisan naskah akademis. Akhirnya hasil diskusi dan masukan dari berbagai kalangan, lahirlah rancangan aturan perlindungan data pribadi tersebut. 

Shinta mengatakan, pembuatan RUU itu belajar dari negara-negara lain yang telah membuat aturan perlindungan data pribadi sebelumnya. 

"Ini sudah dari 2012 di Kominfo. Isu bahwa perkembangan global seperti apa. Indonesia juga banyak dipertanyakan di negara lain, ini kan negara besar. Apalagi sehubungan pertumbuhan ekonomi digital 2020. Jadi kalau tidak ada, ini tidak bisa," ujar Shinta di Jakarta, Selasa 13 Maret 2018.

Dalam rancangan tersebut, ia mengatakan terdapat berbagai aturan di antaranya, pemilik data dilindungi negara dan dibahas juga definisi serta proses pengumpulan data. Shinta menuturkan, dalam RUU itu juga diatur larangan menggunakan data pribadi orang lain jika tidak diizinkan. 

Ia mengatakan, dalam proses tersebut diatur bagaimana data pribadi dikelola, diolah, dan disampaikan pada pihak ketiga. Selain itu, RUU itu mengatur larangan sebuah perusahaan memberikan data pribadi masyarakat kepada perusahaan lainnya. 

"Bahwa data itu tidak boleh dipakai di luar pengoleksian yang awal. Misalnya begini, data itu bank ingin mencari kartu kredit. Tapi bank tidak boleh dialihkan pada asuransi atau kepada pihak lain," jelasnya.