Registrasi Prabayar Persulit Produsen Hoax Seperti MCA

Aksi kampanye anti-hoax di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA – Kebijakan registrasi SIM Card dinilai akan semakin menyulitkan aksi para produsen hoaks, seperti kelompok Muslim Cyber Army atau MCA . Dengan registrasi ketat kartu prabayar, maka penyebaran konten hoaks diharapkan bisa berkurang. Salah satu biang menyebarnya hoaks, di antaranya beli bebas kartu prabayar dalam jumlah banyak.

Pakar keamanan siber Pratama Persadha, dalam keterangannya, Senin 5 Maret 2018, mengatakan, dalam menyebarkan konten hoaks, grup seperti MCA dan Saracen memakai akun-akun media sosial dan WhatsApp serta Telegram.

Sedangkan untuk membuat akun-akun media sosial tersebut membutuhkan email. Sementara untuk membuat email, saat ini perlu nomor seluler sebagai syarat otentikasi, juga layanan media sosial mulai mewajibkan pemakaian nomor seluler saat pendaftaran.

”Jadi jika kebijakan registrasi SIM Card berjalan baik, maka data-data pemilik kartu seluler akan jelas teridentifikasi. Para produsen hoaks akan berpikir dua kali untuk membuat dan menyebarkan berita-berita bohong,” ujar Pratama.

Penyebaran konten hoaks lewat WhatsApp bisa menyamarkan identitasnya. Namun dengan adanya kewajiban registrasi dan pembatasan jumlah kepemilikan nomor seluler prabayar, produsen akun dan konten hoaks akan semakin kesulitan melancarkan aksinya.

Sementara itu, kartu-kartu yang tak didaftarkan akan diblokir. Sehingga secara bertahap, media sosial penyebar berita bohong tersebut akan berkurang. Pemblokiran bertahap kartu SIM akan berakhir pada 30 April 2018.

Fokus konten

Terkait penangkapan beberapa aktor penting produsen hoaks MCA, Pratama berharap Polri membuka ke publik contoh-contoh konten secara detail dari kelompok tersebut yang dianggap hoaks. Menurutnya, hal ini penting agar masyarakat tahu persis konten seperti apa yang berbahaya dan tidak ikut menyebarkan.

“Karena masih banyak masyarakat awam yang ikut serta menyebarkan, walau mereka bukan anggota MCA,” jelas pria asal Cepu, Jawa Tengah ini.

Pratama menuturkan masih banyak akun, grup dan fanpage memakai nama MCA saat ini. Belum lagi kontroversi yang saat ini muncul di media terkait asal usul dan struktur MCA. Karenanya aparat diminta tetap fokus pada akun-akun yang membuat dan menyebarkan konten hoaks.

“Fokus pada kontennya yang meresahkan, bukan foto profil maupun nama akun yang memakai MCA,” jelas Pratama.

Dari pantauan di Facebook misalnya, masih ada grup Facebook MCA beranggotakan 250 ribu akun. Ada puluhan grup dan fanpages serupa di luar akun dan grup yang dikelola para tersangka admin MCA yang telah ditangkap kepolisian.

“Pekerjaan Polri memberantas hoaks masih panjang. Masih ada sebagian masyarakat yang antipati pada penangkapan aktor-aktor hoaks. Karena itu Polri perlu membuktikan dengan menangkap semua produsen konten hoaks dan hate speech. Lalu tak kalah penting, komunikasi Polri di media sosal perlu terus ditingkatkan agar menjadi rujukan utama masyarakat,” jelas Pratama. (ase)