Rupiah Melemah, Pidato Gubernur The Fed Dianggap Pemicu
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA – Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yakni mencapai Rp13.700 per dolar AS.
Ekonom Bank Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra menganggap hal ini disebabkan kekhawatiran pelaku pasar atas pidato Jerome H Powell yang mengindikasikan kenaikan suku bunga The Fed lebih tinggi dari perkiraan.
Pidato Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed), Jerome H Powell, menurut Aldian memiliki pesan yang bernada Hawkish, atau memberikan indikasi kenaikan suku bunga atau Fed Fund Rate (FFR) lebih banyak.
"Pesannya sih agak Hawkish. Jadi kalau kami lihat, semuanya hampir merata. Jadi kemarin gara-gara statement itu, menguat dolar AS. Makanya kalau kami lihat pergerakan mata uang di region semuanya melemah, termasuk Indonesia," papar Aldian saat dihubungi VIVA, Kamis 1 Maret 2018.
Di samping itu, Aldian menganggap, untuk tren pelemahan ini dalam jangka pendek menengah cenderung bergantung dari fokus pelaku pasar yang masih memonitor pernyataan dari di Fed, apakah kenaikan FFR akan sesuai dengan data-data perekonomian AS.
"Mungkin saja masih terus terjadi, tapi kalau angka-angkanya yang keluar sudah mulai moderat, mungkin saja akan stabil. Yang akan diperhatikan orang lebih dari sisi globalnya, khususnya dari Amerika," ujar Aldian.
Meski demikian, Aldian memprediksi, arah dolar AS cenderung akan melemah karena kemungkinan inflasi di AS yang relatif terjaga.
"Kalo dari view kami, dolar arahnya melemah, karena agak teknikal. Tapi, kami pikir ekspektasi inflasi di AS relatif terjaga, jadi kami ekspektasikan kurva suku bunga di Amerika lebih flattern, yang mendukung dolar AS melemah sebetulnya," tuturnya.
Aldian menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini memiliki potensi inflasi di Indonesia, terutama berasal dari barang-barang impor pemerintah yang masih cukup banyak didominasi barang-barang sektor energi.
"Yang pasti karena tertekannya rupiah ini dampaknya ke inflasi, jadi harga harga barang yang diimpor, seperti BBM yang masih impor itu pasti terpengaruh dengan rupiah yang melemah,” kata dia.
Tapi, kalau dilihat, dia menjelaskan, pemerintah tidak akan menaikkan harga-harga energi, termasuk listrik atau BBM premium. “Seharusnya sih dampaknya enggak signifikan selama itu dijaga. Makanan juga dijaga kan harganya," ujarnya.
Karena itu, Aldian mengatakan, agar dapat menghadapi pelemahan nilai tukar tersebut, pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, yakni kebijakan moneter yang prudent.
"Saya rasa harus tetap kebijakan moneternya prudent, stabilitas nilai tukarnya harus dijaga. Tapi bukan artinya level rupiah ini dijaga di level tertentu, tapi volatilitasnya,” kata Aldian.
“Jadi kalau memang tekanan regional tinggi, regional melemah nilai tukarnya, kita melemah juga itu enggak masalah, tapi harus tetap dijaga pergerakannya," tuturnya.
Sepanjang perdagangan kemarin, rupiah bergerak di kisaran Rp13.705-Rp13.722 per dolar AS atau melemah 0,23 persen. Pelemahan ini juga terjadi di negara Asia lainnya, dipimpin peso Filipina sebesar 0,5 persen dan baht Thailand 0,31 persen.