Cegah Penyelundupan Bayi Lobster, Negara Selamatkan Rp14 M

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (tengah) berdialog dengan nelayan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

VIVA – Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan, penangkapan pelaku penyelundupan 71.982 bayi lobster mampu menyelamatkan kerugian negara lebih dari Rp14,4 miliar.

Sebab, menurut dia, jika bayi lobster tersebut sudah mencapai ukuran 1-2 kilogram, bisa dijual Rp1,5-2 juta per ekor. Sementara itu, jika dalam ukuran bayi tersebut, hanya dibayarkan oleh negara penampung sekitar Rp50-100 ribu per ekornya.

"Jadi, kalau kita besarkan enam bulan, atau di alam itu delapan bulan bisa mencapai 1 kg, itu satu ekornya bisa jadi Rp1,5 juta. Jadi, kalau dikalikan misalnya 70 ribu bayi lobster yang diselundupkan itu mati separuh di alam, itu 35 ribu ekor dikali saja setengah kilo, itu sudah 17.500 kg. Berarti 17,5 ton. 17.500 kg kali 100 dolar itu nilainya hampir Rp175 miliar, atau 17,5 juta dolar," ujar Susi di kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Jumat, 23 Februari 2018.

Menurut Susi, nominal tersebut seharusnya menjadi milik nelayan Indonesia, karenanya ia sangat mengapresiasi peranan Bea Cukai bersama dengan Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu (KIPM) dan Bareskrim Mabes Polri, yang telah menyelamatkan potensi besar kerugian negara itu.

"Saya menyampaikan rasa apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bea Cukai Soekarno Hatta dan Karantina, juga Bareskrim Polri yang telah berhasil menyelamatkan daripada jumlah yang hampir mencapai 71 ribu ekor benur, atau juvenile lobster," ungkapnya.

Selain itu, Susi menjelaskan, sebelum praktik penyelundupan bayi lobster ini terjadi, sejak 2000, Indonesia masih membiarkan ekspor bayi lobster tersebut secara legal. Namun, dampaknya adalah pengurangan produk ekspor lobster yang sudah besar atau siap ekspor.

"Produk lobster Indonesia yang ke luar negeri turun dari ribuan ton, jadi hanya tinggal 300 ton lobster yang besarnya. Itulah mengapa kami atur plasma nutfah itu, ini termasuk jenis plasma nutfah, yaitu bibit yang belum bisa dikembangbiakkan dan belum bisa dibudidayakan, dan kami tidak mau mengulang kesalahan dari pada ikan sidat, di mana ikan sidat sudah punah," kata Susi.

Karenanya Susi mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia, agar mau untuk menjaga ekosistem yang dimiliki Indonesia. Khususnya bayi lobster tersebut, dan mau mengelolanya bersama pemerintah secara padu, agar manfaat ekspor ekonomi dari kekayaan alam nantinya dapat dinikmati secara maksimal.

"Jadi, kita boleh ekspor, tapi tidak dalam bentuk ini. Kalau ekspor seperti ini, Indonesia hancur pasti ke depannya. Indikasinya setiap tahun tuh 60 juta ekor (bayi lobster) yang hilang dari ekspor ke Vietnam," ungkapnya.