Pertama Kalinya Indonesia Ekspor Daging Wagyu
- Reuters
VIVA – Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyambut baik ekspor perdana daging sapi wagyu produksi Indonesia ke Myanmar pada hari ini.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita mengungkapkan, hal ini menunjukan bahwa RI memiliki berdaya saing dan mampu membuka pasar internasional, khususnya untuk komoditas pertanian.
“Alhamdullillah pada hari ini kita semua dapat menyaksikan peluncuran ekspor perdana daging sapi Wagyu milik PT. Santosa Agrindo ke Myanmar,” kata Ketut dikutip dari keterangan resminya, Rabu 7 Februari 2018.
Dia mengatakan, untuk mendapatkan persetujuan dari negara calon pengimpor bukan lah hal yang mudah. Sebab, daging sapi hidup harus berasal dari peternakan yang telah menerapkan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan
Selain itu, peternakan tersebut juga telah mendapatkan jaminan kemanan pangan berupa Sertifikat Veteriner yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Dalam hal ini Santosa Agrindo telah memperoleh Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
“Kita berharap agar ekspor daging Wagyu ini tidak hanya ke Myanmar saja tetapi juga dapat menembus ke negara-negara lainnya menyusul keberhasilan Indonesia mengekspor telur ayam tetas (Hatching Eggs) dan susu ke Myanmar dan daging ayam olahan ke PNG,” tambahnya.
Salip produsen kakap
Director Corporate Affairs PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Rachmat Indrajaya mengatakan, mengekspor daging sapi Wagyu bukanlah hal yang mudah. Selain harus menghadapi persaingan global dengan negara produsen daging sapi Wagyu, seperti Amerika dan Australia dengan kualitasnya yang tinggi, juga harus memenuhi standar peraturan negara pengimpor.
Sebagai anak usaha Japfa, Santosa Agrindo (Santori) mempunyai sistem integrasi dari hulu ke hilir, mulai dari pembiakan sampai ke pengolahan produk daging sapi Wagyu. Sistem ini disebut juga dengan paddock to plate atau yang lebih sering dikenal dari peternakan hingga dapat disantap.
“Dengan sistem integrasi seperti ini, proses menjaga dan kontrol produk dapat dilakukan dengan baik,” ungkapnya.
Sementara itu, Head of Wagyu Santori Shuzo Manno mengatakan, kualitas dan kesejahteraan hewan adalah prioritas utama dalam bisnisnya. Feedlot dan breedlot dikelola dengan sistem manajemen dan bio sekuritas kelas dunia. Seluruh sapi Wagyu pun diberikan ruang yang cukup, air yang bersih, dan pakan segar yang berkualitas, sehingga kualitasnya tetap terjaga.
“Dengan menggunakan sistem ketelusuran, kami dapat memonitor siklus proses penggemukan sapi Wagyu mulai dari kedatangan sampai menjadi daging pada fasilitas rumah potong kami yang sudah bersertifikasi halal, ISO 22000, dan NKv,” ungkapnya.
Dia menjabarkan, total kapasitas penggemukan sapi Wagyu di Santori sebanyak 150 ribu ekor per tahun, kapasitas pembiakan Wagyu 10 ribu ekor, dan kapasitas rumah potong modern 24,000 ekor per tahun. Beberapa produk unggulannya antara lain, Tokusen, Blue Label, Bifuteki.
Produk sapi Wagyu lokal bermerek dagang Tokusen ini sebelumnya juga telah dipasarkan di pasar lokal dan beberapa restoran di kota besar Indonesia. Tokusen diproduksi dengan pengawasan yang ketat untuk menghasilkan daging dengan kualitas dan produksi yang konsisten.
Mengantongi sertifikasi halal serta beberapa standar lolos uji kelayakan untuk melakukan ekspor, Santori optimistis untuk meneruskan ekspor produk Wagyu lokal ini ke beberapa negara lain. Seperti Malaysia, Vietnam, Jepang, Singapura, Hong Kong dan Cina.
Begitu juga dengan negara lainnya di Timur Tengah, yakni Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi yang diyakini memiliki potensi pasar yang sangat besar untuk produk daging sapi Wagyu dan olahannya.