8 Isu Krusial di UU Sistem Peradilan Anak

Menteri Hukum Amir Syamsuddin kunjung Rutan Batam
Sumber :
  • Antara/ Nwa Kanu

VIVAnews - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-undang ini merupakan pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. Undang-undang itu, kata dia, belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

"Ini kan penyelesaiannya di luar pengadilan. Di mana semua pihak punya peranan, sehingga pidana anak tidak dengan memberikan hukuman. Ini langkah maju karena kita sebagai negara peratifikasi konvensi anak," kata Amir di gedung DPR, Jakarta, Selasa, 3 Juli 2012.

Sementara Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengatakan, pembahasan RUU ini dilakukan secara intensif dan mendalam, sehingga mengandung substansi baru yang belum pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya.

"Antara lain prinsip keadilan restoratif yakni mengusahakan penyelesaian konflik hukum dengan melibatkan korban dan para keluarganya," kata Aziz.

Untuk perampungan RUU ini, panitia kerja (Panja) melakukan kunjungan spesifik ke tiga provinsi yaitu Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

"Diharapkan nantinya pemerintah benar-benar serius menyiapkan berbagai kebutuhan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang diamanatkan," ungkapnya.

Beberapa hal krusial masuk dalam Undang-undang ini, antara lain: Pertama, batasan usia pertanggungjawaban anak (12-18 tahun), serta batasan usia anak yang bisa dikenakan penahanan (14-18 tahun).

Kedua, tindak pidana yang ancaman pidananya di bawah tujuh tahun bisa didiversi atau diselesaikan di luar proses hukum, sedangkan tindak pidana yang ancamannya di atas tujuh tahun tidak bisa didiversi.

Ketiga, syarat, tata cara, dan jangka waktu penangkapan. Keempat, syarat, tata cara, dan jangka waktu penahanan. Kelima, jenis pemidanaan, dan tindakan.

Keenam, kewajiban untuk tidak mempublikasi perkara anak. Ketujuh, pengaturan sanksi pidana dan sanksi administratif terhadap petugas dan aparat yang tidak menjalankan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan yang diatur dalam UU.

Kedelapan, jangka waktu persiapan infrastruktur selama lima tahun sejak UU diberlakukan. (eh)

Sadis, Pengamat Ini Sebut Shin Tae-yong Hanya Pelatih Biasa tanpa Pemain Diaspora