Panglima TNI Diminta Ungkap Pengimpor 5.000 Pucuk Senjata

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Sumber :
  • Viva.co,id/Syaefullah

VIVA.co.id – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyesalkan pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait adanya info impor ilegal 5.000 pucuk senjata yang dilakukan kelompok tertentu.

Hasto: Kandang Banteng Makin Berkembang Biak di Pilkada 2024

"PDI-P berharap semua mengedepankan penyampaian informasi kepada masyarakat, sebagai informasi yang menyejukkan. Informasi yang menegaskan tata politik yang mengandung peradaban," kata Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Minggu 24 September 2017.

Ia mengingatkan, Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki aturan jelas untuk menyikapi semua informasi negatif. Sehingga berbagai informasi negatif tidak perlu langsung disampaikan kepada publik, karena bisa menimbulkan keresahan.

Banyak Anomali di Pilkada 2024, Megawati Bakal Sampaikan Sikap Politik

"Info A1 (100 persen benar) kan yang menerima Panglima TNI. Kami berharap kalau ada hal-hal yang penting dan strategis seperti itu bisa dilakukan klarifikasi," ucapnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, berharap supaya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mau membuka institusi mana yang memesan 5.000 senjata dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo.

Bela Jokowi, Rampai Nusantara Tak Sependapat Dengan Hasto Soal Kriminalisasi Terhadap Anies

"Memang ya ini menjadi pertanyaan besar. Tapi saya juga tidak tahu yang dimaksud Panglima TNI itu institusi mana," kata Fadli.

Menurutnya, jika memang benar-benar ada institusi yang melakukan hal itu, mestinya bisa dibuka ke publik agar tidak menjadi berita simpang siur di masyarakat dan kejadian yang dulu terulang kembali.

"Karena kita kan punya mekanisme, prosedur dalam pengadaan alutsista, termasuk senjata," ujar Fadli.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menegaskan tidak boleh ada institusi yang memesan senjata jika institusi tersebut tidak punya kewenangan dalam pengadaan senjata.

"Itu sangat berbahaya. Kita hanya membolehkan yang punya hak untuk mengadakan senjata," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya