Rizal Ramli Minta Tak Ada Tukar Guling Kasus BLBI
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Rizal Ramli berharap dengan keterangan yang disampaikannya membuat kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) menjadi terang.
Rizal Ramli diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Mudah-mudahan penjelasan kami hari ini dengan KPK akan membuka titik terang terkait kasus BLBI," kata Rizal di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa 2 Mei 2017.
Seperti tiga tahun lalu, Rizal mengaku mendukung penuh KPK menuntaskan kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp3,7 triliun itu. Rizal berharap, KPK berkomitmen menuntaskan kasus ini. Tidak ada tukar guling kasus SKL BLBI dengan kasus lainnya.
"Kami harap kasus ini tidak ditukar guling dengan kasus yang lain. Seperti teman-teman ketahui, seperti kasus e-KTP dan SKL BLBI ini pelakunya elite semua. Kami harap dan percaya ketua KPK tak akan melakukan tukar guling soal ini," kata mantan menko Maritim itu.
Selain itu, menurut Rizal, kasus SKL BLBI adalah momentum bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo menunjukkan komitmennya untuk mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. Rizal meminta Presiden mendukung penuh KPK dalam menuntaskan kasus SKL BLBI dan e-KTP.
"Ini kesempatan pemerintahan Pak Jokowi all out untuk kedua kasus ini. Karena beliau kan tidak terlibat. Ini kesempatan dan momentum menegakkan pemerintah yang bersih di Indonesia. Daripada kita ribut terus ke isu agama, ini waktunya pindah ke isu pemberantasan korupsi dan saya yakin pemerintahan Pak Jokowi dan KPK akan all out," ujarnya.
KPK telah menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syarifuddin Arsyad Temenggung, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004. Ketika itu, Sjamsul Nursalim merupakan pemegang saham pengendali BDNI.
Sebagai Kepala BPPN, Syarifuddin diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dengan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi, sehingga merugikan keuangan negara. KPK menduga kerugian itu mencapai Rp3,7 triliun.
Atas perbuatannya, Syarifuddin disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebagaimana diketahui, SKL BLBI dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Inpres Nomor 8 Tahun 2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.